press enter to search

Jum'at, 29/03/2024 20:30 WIB

Bukti Tak Cukup, KPK Bolehkan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pulang

Redaksi | Rabu, 29/08/2018 22:38 WIB
Bukti Tak Cukup, KPK Bolehkan Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pulang Marsuddin Nainggolan

JAKARTA (aksi.id) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menetapkan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan Marsuddin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, sebagai tersangka suap pengurusan perkara tindak pidana korupsi.

Selain mereka berdua, lembaga antirasuah itu juga tak menetapkan hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga dan panitera pengganti PN Medan Oloan Sirait, sebagai tersangka. Padahal mereka berempat ikut dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) kemarin di Medan, Sumatera Utara, dalam perkara dugaan suap.

"Sampai 24 jam itu kita menemukan belum ada alat bukti yang cukup kuat terhadap yang bersangkutan," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8).

Menurut Agus, setelah lewat dari 1x24 jam ketiga hakim dan seorang panitera pengganti itu dilepaskan dan dipersilakan untuk pulang. Sampai saat ini, kata Agus pihaknya baru menetapkan empat orang sebagai tersangka suap penanganan perkara korupsi.


"Yang bersangkutan dilepaskan, pulang," ujarnya.

Dalam kasus dugaan suap ini, KPK baru menetapkan hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Medan Merry Purba, panitera pengganti PN Medan Helpandi, Direktur PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi, dan Hadi Setiawan selaku orang kepercayaan Tamin. Namun, Hadi saat ini belum tertangkap.

Merry diduga menerima suap sebesar Sin$280 ribu dari Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara. Uang tersebut diberikan kepada Merry diduga untuk mempengaruhi putusan majelis hakim pada perkara yang menjerat Tamin.

Merry adalah salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara Tasmin. Sementara ketua majelis hakim perkara tasmin adalah Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo. Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Mery menyatakan dissenting opinion.

Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar