Karena Mengidap HIV/AIDS, Belasan Murid SD di Solo Ditolak Orang Tua Siswa Lain

SOLO (aksi.id) - Belasan siswa yang diduga mengidap HIV/AIDS harus meninggalkan bangku sekolah di satu sekolah dasar di kota Solo, Jawa Tengah, karena ditolak orang tua siswa lainnya lantaran takut tertular.
Upaya sosialisasi tentang HIV/AIDS yang melibatkan otoritasi setempat juga "tidak digubris" orang tua siswa sekolah tersebut, kata kepala sekolah tersebut.
"Kita sudah melakukan sosialisasi HIV/AIDS dari Puskesmas dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo, tetapi orang tua siswa tetap menolak," kata pelaksana tugas (Plt) Kepala sekolah SDN Purwotomo, Solo, Karwi, Selasa (12/02), seperti dilaporkan wartawan di Solo, Fajar Sodiq untuk BBC News Indonesia.
Para orang tua murid, lanjutnya, bahkan mengancam akan memindahkan anak-anaknya apabila 14 siswa yang mengidap HIV/AIDS itu tidak dipindahkan ke sekolah lainnya.

"Intinya, orang tua siswa lainnya itu takut kalau anaknya nanti tertular HIV/AIDS," ujarnya. Penolakan itu terjadi pada Januari lalu, tambah Karwi.
Belasan siswa itu, menurutnya, mulai menjadi siswa di sekolah itu sejak awal tahun lalu. Mereka pindah ke sekolah dasar itu karena lokasi sekolah sebelumnya digabung dengan SDN Purwotomo.
Saat itulah, lanjut Karwi, penolakan dari para orang tua siswa mulai muncul.
Di mana 12 siswa pengidap HIV/AIDS itu kini bersekolah?
Setelah dipastikan tidak bisa melanjutkan sekolah di SD Purwotomo, belasan siswa pengidap HIV/AIDS itu sudah sepekan ini tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar, kata pimpinan sebuah yayasan yang menampungnya.

Untuk sementara, mereka ditampung oleh Yayasan Lentera di rumah singgahnya di Komplek Makam Taman Pahlawan Kusuma Bakti, Solo, ungkap pimpinannya.
Pimpinan Yayasan Lentera, Yunus Prasetyo, membenarkan bahwa anak-anak itu sudah tidak sekolah di SD Purwotomo.
Para orang tua siswa sudah membuat surat keberatan yang meminta mereka dipindahkan, katanya.
"Kemudian persoalan itu ditindak lanjuti oleh Dinas Pendidikan Kota Surakarta untuk mengadakan pertemuan dan sampai sekarang anak-anak saya sudah tidak sekolah di sana. Sudah hampir satu Minggu enggak sekolah," ungkapnya.
Apakah sudah disiapkan sekolah pengganti?
Yunus mengaku saat ini pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Solo untuk mencari sekolah yang mau menerima 14 siswa tersebut.
Menurutnya, anak-anak itu berhak untuk mendapatkan pendidikan serta mendapat perlindungan dari diskriminasi.

Sejauh ini pihaknya mendapatkan tawaran solusi. "Baik pendidikan formal maupun non formal," ungkapnya tanpa menjelaskan detilnya.
Yunus berharap mereka mendapatkan pendidikan formal seperti dilakoni anak-anak seumurnya di sekolah umum.
"Mereka berhak mendapatkan pendidikan yang setara dengan hak anak-anak pada umumnya," tegasnya.
"Kalau saya mintanya (sekolah) formal. Jangan dibedakan antara anak yang sakit dengan siswa yang lain. Ini hak pendidikan harus sama rata, tidak ada diskriminasi," tambahnya.
Yunus kemudian menyerahkan solusi pencarian sekolah pengganti kepada Kantor Dinas Pendidikan setempat.
Penggabungan dua sekolah dikritik
Tentang penggabungan dua sekolah yang berujung pada "pengusiran" 14 siswa pengidap HIV/AIDS, Yunus menyayangkannya.
Sebelum ada kebijakan itu, menurutnya, belasan siswa yang bersekolah di SDN Bumi merasa "nyaman dan tidak ada penolakan" dari wali murid seperti yang terjadi di SDN Purwotomo.
"Saat sekolah di SD Bumi tidak ada masalah. Mereka sudah tiga tahun sekolah di situ. Pihak wali murid enggak ada masalah dan pihak sekolah pun OK," ungkap Yunus.
"Ini masalah mulai timbul ketika ada program regrouping sekolah dari pemerintah," tambahnya.
Apa tanggapan Kantor Dinas Pendidikan Surakarta?
Kepada Bidang Pendidikan Dasar Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Kota Surakarta, Wahyono, mengatakan solusi yang sedang disiapkan adalah mencarikan sekolah di sekitar lokasi penampungan Yayasan Lentera.
Pihaknya berjanji dalam waktu sepekan ini akan mengumpulkan sejumlah sekolah yang letaknya tak jauh dari rumah singgah tersebut.
"Nanti sekolah yang ada di sekitar Yayasan Lentera akan kami undang dalam Minggu ini. Karena pihak Lentera menginginkan dan diusahakan semaksimal mungkin supaya anak-anak itu sekolah formal," kata Wahyono.
"Dikumpulkannya sekolah juga akan mengundang kepala sekolah, guru dan komite itu untuk diberikan pengertian dulu," tambahnya.
Dijanjikan sosialisasi HIV/AIDS di sekolah-sekolah
Kantor Dinas Pendidikan Kota Surakarta berjanji akan menggelar sosialisasi tentang HIV/AIDS agar muncul kesadaran agar mereka dapat menerima anak-anak pengidap HIV/AIDS, kata Wahyono.
Menurutnya, pihaknya akan menggandeng berbagai otoritas terkait untuk bersama-sama menggelar kampanye terkait HIV/AIDS.
"Harapannya dengan komunikasi seperti itu bisa menyadarkan bahwa anak-anaik itu anak-anak kita, anak Solo, dan anak Indonesia yang usia sekolah itu harus sekolah. Kuncinya itu, harus sekolah," ujarnya.
(fahri/sumber: BBC Indonesia).
Artikel Terkait :
Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Rayakan Masa Liburan Sekolah Bersama Kids Fun Menu Persembahan Kuliner Kereta
- Polsek Bantargebang Tunjukkan Aksi Bela Diri Terbaik Dalam kejuaraan Kapolres Metro Bekasi Kota Cup
- Robot Humanoid hingga Robot Dog, Polri Tampilkan Inovasi Teknologi Jelang Hari Bhayangkara
- Mulai 1 Juli 2025, CommuterLine Basoetta hanya 39 Menit ke Bandara Soekarno-Hatta, Tambah 70 Perjalanan Per Hari
- Anak Aniaya Ibu Kandung Gegara Gagal Pinjam Motor, Terancam 5 Tahun Penjara
- Insiden KRL dan Truk di Tangerang: KAI Imbau Masyarakat Lebih Tertib di Perlintasan Sebidang
- KAI Commuter dan DJKA Operasikan Bangunan Baru Stasiun Tanah Abang
- KAI Services Akan Tata Perparkiran di Stasiun Cikampek
- AstraPay Dorong Inklusi Keuangan dan Peran Generasi Muda dalam Pemulihan Ekonomi Digital
- Surabaya Unggul, KAI Logistik Perkuat Kinerja di Jawa Timur lewat Kemitraan dan Layanan Inovatif
