press enter to search

Sabtu, 20/04/2024 02:24 WIB

Debat Capres Kedua Besok, Harus Ungkap Strategi Tekan Impor Migas

Redaksi | Sabtu, 16/02/2019 14:18 WIB
Debat Capres Kedua Besok, Harus Ungkap Strategi Tekan Impor Migas Ilustrasi. (ist)

JAKARTA (Aksi.id) - Calon presiden (Capres) Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan kembali bertemu dalam debat capres kedua pada Minggu, 17 Februari 2019 atau besok.

Pada debat kali ini membahas pangan, energi, infrastruktur, sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Berly Martawardaya mengharapkan para capres bisa menaikkan produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia. Hal ini untuk mengurangi defisit neraca berjalan.

Dia menilai, penyebab utama defisit neraca berjalan yang terjadi adalah sektor migas. Hal ini akibat produksi migas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehingga untuk memenuhinya harus impor.

"Defisit neraca berjalan, antara migas dan non migas, migas selalu defisit, data dari BI sejak 2013 kita sudah negatif karena produksi menurun konsumsi meningkat," kata Berly, di Jakarta, pada Kamis 14 Februari 2019.

Bila melihat data neraca transaksi berjalan berdasarkan data Bank Indonesia (BI) selama periode 2014-2018, Indonesia masih alami defisi neraca transaksi berjalan. Akan tetapi, defisit tersebut masih berada di batas aman maksimal tiga persen.

Berdasarkan data BI, Indonesia alami defisit neraca transaksi berjalan sebesar 2,95 persen pada 2014. Kemudian defisit tersebut dapat ditekan menjadi 2,06 persen pada 2015.
Selanjutnya defisit terus tertekan menjadi 1,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2016.

Lalu defisit transaksi berjalan turun menjadi 1,7 persen dari PDB. Sayangnya defisit transaksi berjalan melonjak tajam menjadi 2,98 persen terhadap PDB.

Oleh karena itu, menurut Berly, laju penurunan produksi minyak yang terus terjadi harus diatasi pemerintahan berikutnya, agar impor minyak bisa dikurangi karena terututupi dari produksi sumur di dalam negeri. "Kita coba ternyata tren menurun. Sejak 2014 turun 30 persen lifting minyak," tuturnya.

Berly mengungkapkan, defisit migas harus dikurangi dengan meningkatkan produksi minyak, sebab jika defisit migas terus terjadi dan membesar maka akan membuat perekonomian rentan terpengaruh kondisi perekonomian dunia.

"Selama defisit migas tidak dikurangi ekonomi kita sangat rentan terpengaruh, seperti kemarin the fed menaikan suku bunganya ekonomi kita terpengaruh," ujar dia.

Lifting Migas

Pemerintah berupaya untuk mencapai target lifting minyak dan gas bumi (migas). Mengutip data Kementerian ESDM, capaian rata-rata lifting migas 2018 sebesar 1.917 mboepd atau 96 persen dari target APBN 2018 sebesar 2.000 barrel oil equivalent per day (mboped).

Dari periode 2014-2018, lifting masing-masing minyak bumi dan gas bumi kadang naik dan turun. Pada 2014, lifting minyak bumi mencapai 794 mbopd pada 2014. Kemudian meningkat menjadi 779 mbopd pada 2015. Selanjutnya pada 2016 meningkat menjadi 829 mbopd pada 2016. Sayangnya lifting turun menjadi 815 mbopd pada 2017. Lalu kembali susut menjadi 800 mbopd pada 2018.

Sementara itu, lifting gas bumi sebesar 1.216 mboepd pada 2014. Selanjutnya turun menjadi 1.190 mboepd pada 2015. Penurunan kembali terjadi pada 2016 menjadi 1.188 mboepd. Pada 2017, lifing gas bumi menjadi 1.150 mboepd. Lifting gas bumi pun kembali turun menjadi 1.139 mboepd pada 2018.

Kementerian ESDM menyatakan ada sejumlah upaya untuk mencapai target lifting migas antara lain mendorong percepatan eksplorasi dan penyelesaian pengembangan wilayah kerja migas, penerapan teknologi terkini dan tepat guna.Selain itu, mengupayakan metode baru untuk penemuan sumber daya dan cadangan migas, monitoring proyek pengembangan lapangan onstream tepat waktu dan memelihara untuk meningkatkan kehandalan fasilitas produksi, dan mengembangkan wilayah kerja migas. (ds/sumber lutan6.com)