press enter to search

Jum'at, 19/04/2024 08:36 WIB

KontraS: Deklarasi Damai Talangsari Mendelegitimasi Kerja Komnas HAM, DPR & Presiden

| Selasa, 05/03/2019 07:33 WIB
KontraS: Deklarasi Damai Talangsari Mendelegitimasi Kerja Komnas HAM, DPR & Presiden Wakil Koordinator KontraS Bidang Strategi dan Mobilisasi, Feri Kusuma

JAKARTA (aksi.id) - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai deklarasi damai peristiwa Talangsari yang dilakukan adalah bentuk delegitimasi kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Diketahui pada akhir Februari lalu sejumlah pihak yang terdiri dari perwakilan tokoh dan pejabat Kabupaten Lampung Timur, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) serta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melaksanakan deklarasi damai peristiwa Talangsari.

"Dalam pandangan kami ini mendelegitimasi fungsi Komnas HAM yang diberikan mandat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat," ujar Wakil Koordinator KontraS Bidang Strategi dan Mobilisasi, Feri Kusuma di Komnas HAM, Jakarta, Senin (4/3/2019).

Feri mengatakan deklarasi tersebut tidak memiliki keabsahan secara hukum bahwa kasus pelanggaran HAM berat Talangsari telah selesai. Menurutnya kasus Talangsari masih terus berlanjut lantaran sebuah kasus pelanggaran HAM berat tidak bisa diselesaikan dengan cara damai.

"Secara hukum deklarasi damai tidak memiliki keabsahan. Tapi tindakan ini memiliki dampak. Komnas HAM yang diberikan mandat penting. Bagi kami untuk melapor dan mendesak Komnas HAM agar peristiwa Talangsari dan peristiwa lain dapat ditindaklanjuti lebih," ujar Feri.

Senada, Koordinator Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) Edi Arsadad menyampaikan bahwa deklarasi tersebut telah mendelegitimasi sejumlah lembaga termasuk Komnas HAM.

"Mendelegitimasi kerja  dari Komnas HAM, DPR, dan juga Presiden, dalam hal ini kan kasus pelanggaran HAM masa lalu itu yang bisa membuat kebijakan secara politik itu Presiden dan atau DPR," ujar Edi.

Lebih lanjut dia menuturkan dalam acara deklarasi damai yang dilakukan di Lampung itu, tidak dihadiri sama sekali oleh pihak korban. Ia mengaku sempat dihubungi sehari sebelum acara deklarasi oleh pihak Kemenko Polhukam dan Kemenkumham.

Namun, pada hari H, tak ada kabar dari kedua lembaga tersebut, sehingga tak ada perwakilan dari keluarga korban. Ia pun mengetahui deklarasi damai itu tetap dilakukan dari pemberitaan.

"Kalau menurut kami deklarasi damai kemarin tidak ada sama sekali korban. Dan kami tidak mengetahui akan adanya deklarasi. Kita hanya tahu lewat sebuah media online, ada deklarasi damai dan ada berkas yang ditandatangani dari pihak-pihak terkait itu," ujarnya.

Sebagai keluarga korban, dirinya sangat kecewa dengan deklarasi damai tersebut. Hal itu, ujarnya seakan mementahkan perjuangan korban tragedi Talangsari selama 30 tahun.

"Bukan hanya kecewa tapi kami sangat marah karena perjuangan kami sudah dari 30 tahun yang lalu dan akan dimentahkan dengan hanya sebuah deklarasi damai yang itu pun kami tidak tahu siapa orang-orangnya," katanya.

Komisioner Komnas HAM Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab menilai deklarasi damai itu adalah bentuk upaya coba-coba untuk menyelesaikan masalah. Deklarasi itu, kata dia, justru memperkeruh masalah.

"Ini justru meruwetkan soal, jadi kita tidak tahu lagi yang mau kita pegang yang mana aturannya," ujarnya.

Terkait penyelesaian kasus ini, Amir mengatakan, Komnas HAM tetap berpegang teguh pada Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dalam menyelesaikan kasus pengadilan HAM berat.

"Kalau tanpa dasar hukum itu akan meruwetkan soal pada ujungnya akan membuat masyarakat tidak percaya kepada langkah pemerintah nantinya," ujarnya.
 

(dien/sumber: cnnindonesia.com).