press enter to search

Jum'at, 19/04/2024 04:33 WIB

Mau Kunjungi Bandung Tapi Tarif Pesawat Mahal, 52 Siswa Aceh Akhirnya Pilih Terbang Ke Malaysia

Redaksi | Minggu, 28/04/2019 22:44 WIB
Mau Kunjungi Bandung Tapi Tarif Pesawat Mahal, 52 Siswa Aceh Akhirnya Pilih Terbang Ke Malaysia

LHOKSEUMAWE (Aksi.id) – Sebanyak 52 siswa dan lima guru SMA Swasta Sukma Bangsa, Kota Lhokseumawe gagal berangkat ke Bandung untuk melakukan kunjungan studi ke salah satu sekolah di Kota Kembang itu, Sabtu (27/8/2019).

Mereka lalu berangkat ke Malaysia dengan pertimbangan harga tiket lebih murah.

Kepala SMA Swasta Suka Bangsa Kota Lhokseumawe Zubir, yang dihubungi per telepon, menyebutkan, awalnya mereka akan mengunjungi sejumlah kampus seperti ITB dan Unpad di Bandung.

Namun, setelah melihat harga tiket pesawat mereka batal berangkat dan memilih terbang ke Malaysia.

“Rencana awal, keberangkatan bulan Januari. Saat itu, harga tiket naik dua kali lipat. Saat kami berangkat kemarin harga tiket dari Bandara Kuala Namu Medan menuju Bandung berkisar antara Rp. 800.000 hingga Rp. 1.200.000. Naik menjadi 1.600.000 hingga 2.400.000 untuk sekali terbang,” sebut Zubir.

Sebaliknya, dari Bandara Kuala Namu Medan menuju Kuala Lumpur, harga tiket hanya Rp 720.000 per siswa untuk sekali terbang.

“Maka opsi ke Malaysia kami pilih. Dari pada ke Bandung, lebih mahal. Ini sungguh terasa berat bagi siswa dan guru,” kata Zubir.

Padahal, awalnya mereka berencana untuk melihat program ekonomi kreatif yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan mengunjungi sejumlah kampus di sana.

“Saya pikir sudah saatnya pemerintah serius mengurus soal harga tiket ini. Kami setiap tahun mengadakan studi visit ke luar Aceh, jika harga tiket begini terus, maka akan kami kunjungi luar negeri terus, karena tiketnya jauh lebih murah,” ujarnya.

Ketua Umum DPP Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Asnawi Bahar mengakui, harga tiket pesawat domestik saat ini sangat mahal daripada tiket internasional.

’’Maskapai (penerbangan, Red) menjual di kelas Y, yakni kelas harga tertinggi. Waktu itu pernah ada pengumuman akan menjual di kelas N (medium) dan Y. Ternyata hanya kelas Y yang tersedia. Kalau kelas V, yang terendah, sudah tidak ada yang menjual,’’ ungkapnya.

Asita menyoroti tingginya harga tiket pesawat domestik sejak sebelum masa liburan Natal dan tahun baru.

’’Ini turut menjadi masalah kita. Harga tiket sangat mahal, bahkan bukan hanya untuk destinasi kota wisata, tapi juga destinasi kota-kota besar. Naiknya bisa lebih dari 50 persen,’’ tegasnya.

Menurut Asnawi, dampak dari mahalnya tiket pesawat itu pun memukul mundur angka traffic wisatawan selama akhir 2018. ’’Descreasing-nya cukup tinggi. Biasanya, destinasi-destinasi favorit itu penuh, tapi sekarang mungkin hanya 60–70 persen,’’ papar Asnawi.

Dia berharap hal tersebut bisa menjadi perhatian bersama, baik dari pelaku industri penerbangan maupun pemerintah. Sebab, tren leisure cukup membaik setahun terakhir. Diperlukan dukungan dengan akses transportasi yang terjangkau untuk bisa menjaga tren positif pariwisata.

’’Perlu ada kerja sama antara pelaku usaha wisata dan airlines. Karena kami kan bisa lebih leluasa menawarkan promo kepada wisawatan domestik dan mancanegara saat harga tiket airlines lebih terjangkau,’’ tuturnya.

Berbicara mengenai supply and demand, Asita setuju jika pemerintah menambah jumlah suplai penerbangan. Suplai untuk rute-rute ke luar Jawa, menurut Asnawi, masih tergolong minim. ’’Kalau suplai minim, kecenderungan bakal dikuasai airlines yang itu-itu saja,’’ ujarnya.

DARMIN UNDANG GARUDA

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berjanji bakal mengelar rapat khusus untuk membahas tiket pesawat. Dalam pertemuan itu ia akan mengundang dan mempertemukan Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Direksi Garuda Indonesia.

“Ya awal minggu depan lah, kami rapat dengan Kementerian Perhubungan, Garuda, dan dengan Menteri BUMN,” kata Darmin usai mengelar konferensi pers mengenai persiapan pemerintah menjelang ramadan dan lebaran di kantornya, Kamis 25 April 2019.

Darmin mengatakan pemanggilan masing-masing pihak tersebut berkaitan dengan aturan soal tarif tiket batas atas dan batas bawah. Selama ini, aturan tersebut dinilai belum jelas sehingga tidak semua maskapai mematuhi peraturan itu.

Pertemuan dilakukan karena harga tiket pesawat saat ini dianggap masih mahal. Padahal sebentar lagi merupakan momentum Idul Fitri dan Lebaran.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan telah meminta bantuan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution terkait persoalan tarif tiket pesawat yang masih mahal hingga saat ini.

“Tadi saya laporkan tarif belum kondusif kami minta kepada Kementerian Perekonomian dan Kementerian BUMN untuk turut serta juga untuk mengatur tarif dari penerbangan,” kata Budi Karya, Kamis.

Budi Karya melanjutkan, permintaan untuk ikut mengatur tarif tersebut dikhususkan kepada maskapai yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terutama adalah maskapai Garuda Indonesia yang menjadi market leader di industri penerbangan.

(ray/sumber: kompas.com, jpnn.com dan tempo.co/foto: kompas.com/adinda)