press enter to search

Minggu, 06/07/2025 09:14 WIB

Truk Penyebab Terbesar Kecelakaan di Tol Cipularang, Balitbanghub: Rest Area Harus Ramah terhadap Angkutan Barang

Dahlia | Rabu, 20/11/2019 14:01 WIB
Truk Penyebab Terbesar Kecelakaan di Tol Cipularang, Balitbanghub: Rest Area Harus Ramah terhadap Angkutan Barang Foto: istimewa (tirto.id)

JAKARTA (aksi.id) – Ada rekomendasi menarik dari hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub) Kementerian Perhubungan terhadap tabrakan beruntun, yang menyebabkan sejumlah kendaraan terbakar, di Tol Cipularang.

Salah satu rekomendasi hasil penelitian, yang diperintahkan oleh Kepala Balitbanghub Sugihardjo dan dieksekusi dengan dipimpin Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Baitul Ihwan, tersebut menyoroti tentang fungsi rest area, yang dinilai masih kurang ramah terhadap angkutan barang.

Berikut resume hasil penelitian tersebut, yang didapat BeritaTrans.com dan aksi.id:

Kecelakaan didefinisikan sebagai suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda (UU No. 22 tahun 2009, Tentang LLAJ). Kecelakaan yang terjadi di Tol Cipularang, Purwakarta, Jawa Barat, Senin siang, 2 September 2019, menyedot perhatian publik.

Kecelakaan yang disebabkan oleh Mobil dump truck bernomor kendaraan B 9763 UIT dari arah Bandung menuju Jakarta yang berjalan tak terkendali, truk bermuatan tanah itu terguling hingga melintang di KM 91+400. Secara mendadak, mobil-mobil di belakangnya memperlambat laju hingga berhenti.

Saat belasan kendaraan berhenti, muncul dump truck lain berpelat nomor kendaraan B 9410 UIU dari arah belakang mereka. Mobil bermuatan serupa itu juga berjalan tak terkendali. Truk lantas menabrak belasan mobil di depannya. Akibatnya, 21 kendaraan mengalami kecelakaan, empat di antaranya terbakar. Kecelakaan mengakibatkan delapan orang meninggal dan 28 orang luka-luka.

cipularang2

Kejadian kecelakaan tersebut mendapatkan respon dan pendapat dari beberapa pejabat dan ahli yang menelaah dari berbagai aspek seperti jalan dan lingkungan, kendaraan serta faktor manusia. Dari aspek jalan dan lingkungan, Karakteristik medan Tol Cipularang Bandung-Jakarta pada segmen antara KM 120+000 – KM 110+000 dan segmen antara KM 102+000 – KM 90+000 berupa turunan panjang. Ada percepatan yang terjadi yang perlu diantisipasi pada segmen-segmen tersebut.

Sedangkan Alinyemen jalan tol Cipularang dar iKM 100+000 keKM 84+000 cenderung menurun dan berbelok sehingga perlu pengurangan kecepatan pada lokasi-lokasi tersebut. Dari aspek kendaraan, truk yang menyebabkan kecelakaan diperkirakan mengangkut muatan melebihi kapasitas kendaraan (overload). Hal ini terlihat dari adanya penindakan berupa Tilang pada kendaraan B 9410 UIU serta diberikan stiker bahwa kendaraan overload. Kondisi tersebut diperparah dengan kelalaian pengemudi yang mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan.

Terdapat tiga strategi untuk menurunkan kecelakaan dan tingkat fatalitasnya yaitu strategi Education, Enforcement dan Engineering (Downing dan Iskandar, 1998). PT Jasa Marga bersama instansi terkait telah melakukan upaya pengendalian dan pencegahan yang maksimal melalui strategi kegiatan penegakan hukum (enforcement) berupa operasi penertiban pelanggaran lalu lintas dan ODOL (over dimension over load) serta strategi kegiatan rekayasa (engineering) berupa pemasangan perlengkapan jalan, alat pengendali muatan (WIM), penyediaan lajur darurat (emergency escape lane) dan pemasangan lampu penerangan jalan umum (PJU). Namun strategi Education yang dilakukan kepada para pengemudi (manusia) sebagai faktor yang paling dominan belum dilakukan secara optimal.

Mengemudi merupakan pekerjaan yang kompleks, yang memerlukan pengetahuan dan kemampuan tertentu karena pada saat yang sama pengemudi harus berhadapan dengan peralatan dan menerima pengaruh rangsangan dari keadaan sekelilingnya (Hobbs, 1995).

Manusia sebagai pengendara memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi dalam berkendara, yaitu faktor psikologis dan faktor fisiologis. Keduanya adalah faktor dominan yang mempengaruhi manusia dalam berkendara di jalanraya.Faktor psikologis dapat berupa mental, sikap, pengetahuan, dan keterampilan Faktor fisiologis mencakup penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, kelelahan, dansistemsyaraf.

Disini sebenarnya peran Tempat Istirahat dan Pelayanan (Rest Area) menjadi sangat penting untuk mengembalikan pengemudi kedalam kondisi normal baik secara psikologis maupun fisiologis. Berdasarkan definisinya Rest Area adalah suatu tempat yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum bagi pengguna jalan tol, sehingga baik bagi pengemudi, penumpang maupun kendaraanya dapat beristirahat untuk sementara.

Di Rest Area terdapat faslitas-fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh pengemudi seperti area parkir, toilet, tempat ibadah, restoran, warung, bengkel dan klinik kesehatan. Strategi Education dapat diterapkan di Rest Area dengan prioritas bagi pengemudi Angkutan Umum (Bus dan Truk) karena berdasarkan data kecelakaan di Jalan Tol Cipularang 53,85 % melibatkan angkutan umum dan sebagian besar adalah adalah truk (47,44 %). Sementara dari komposisi kendaraan di Tol Cipularang antara Golongan I dengan Golongan II-V adalah 85 % : 15 %.

Terkait dengan optimalisasi Rest Area, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan keselamatan di ruas jalan Tol Cipularang, yaitu :

a. Mengembalikan fungsi dan fasilitas Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP/Rest Area) sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 10/PRT/M/2018 tentang Tempat Istirahat dan Pelayanan pada Jalan Tol. Dalam peraturan tersebut rest area diperuntukan bagi seluruh pengguna jalan, namun kenyataannya rest area “kurang ramah” terhadap angkutan umum khususnya angkutan barang (truk).

Disebutkan juga bahwa untuk rest area Tipe A seperti yang ada di ruas Tol Cipularang harus disediakan ruang parkir angkutan barang minimal 3.000 M2 dan dapat menampung sekurang-kurangnya 50 kendaraan truk golongan II-V;

b. Menjadikan rest area sebagai sarana edukasi, sosialisasi dan publikasi keselamatan lalu lintas dan tata cara mengemudi baik melalui standingbanner yang dipasang pada area strategis dan SPBU, pemasangan rambu peringatan, variable message sign (VMS), Videotron pada tempat strategis dan pintu keluar masuk rest area. Jika memungkinkan himbauan dan publikasi dilakukan melalui audio/suara (announcing system) yang terdengar di dalam rest area yang berisi pesan-pesan keselamatan;

c. Menyediakan fasilitas bengkel yang referesentatif pada rest area yang ada di ruas Tol Cipularang.

Dengan mengoptimalkan Rest Area sebagai sarana edukasi bagi para pengemudi maka tingkat kecelakaan lalu lintas khususnya di Jalan Tol Cipularang dapat diturunkan. Dampak dari edukasi tersebut diharapkan akan memberikan dampak positif bagi psikologis dan fisiologis pengemudi.

(awe/foto utama: tirto.id).