press enter to search

Jum'at, 29/03/2024 14:43 WIB

Pengakuan Uighur China, Ditahan Gegara Memelihara Jenggut, Berjilbab dan Menjelajah Internet

Redaksi | Selasa, 18/02/2020 13:14 WIB
Pengakuan Uighur China, Ditahan Gegara Memelihara Jenggut, Berjilbab dan Menjelajah Internet Dokumen China terkait umat muslim Uighur. (BBC)

XINJIANG (Aksi.id) - Wartawan BBC telah melihat sebuah dokumen yang memberikan gambaran paling kuat mengenai bagaimana China menentukan nasib ratusan ribu umat Muslim di jaringan kamp penahanan.

Dokumen tersebut berisi rincian data pribadi lebih dari 3.000 individu dari wilayah Xinjiang.

Data tersebut, yang terdiri dari 137 halaman berisi tabel-tabel, merinci seberapa sering individu-individu tersebut bersembahyang, bagaimana mereka berpakaian, siapa saja yang mereka hubungi, dan bagaimana perilaku anggota keluarga mereka.

China menyatakan Xinjiang menerapkan beragam kebijakan yang "menghormati dan menjamin kebebasan beragama rakyatnya".

China juga berkeras bahwa "program pelatihan vokasi di Xinjiang" adalah "demi tujuan memerangi terorisme dan ekstremisme agama".
Ditambahkan, hanya orang-orang yang dijatuhi hukuman pidana, termasuk terorisme atau ekstremisme agama, yang "dididik" di tempat-tempat tersebut.

Bocoran dokumen rahasia ungkap metode `cuci otak` China terhadap Muslim Uighur

Mencari kebenaran di kamp `re-edukasi` Muslim Uighur di China
Pemerintah China pisahkan anak-anak Muslim di Xinjiang dari keluarga mereka

Investigasi BBC: China dirikan kamp-kamp rahasia untuk `mendidik` umat Muslim Uighur

Dokumen ini disebut berasal dari sumber yang sama di dalam Xinjiang yang membocorkan serangkaian materi sangat sensitif yang dipublikasikan tahun lalu. Sumber itu mendapatkannya dengan menanggung risiko pribadi.

Dr Adrian Zenz, seorang pakar kebijakan China terhadap Xinjiang yang merupakan peneliti senior dari Victims of Communism Memorial Foundation di Washington meyakini bocoran dokumen tersebut asli.

"Dokumen ini luar biasa, menghadirkan bukti terkuat yang pernah saya lihat bahwa Beijing secara aktif mempersekusi dan menghukum keyakinan agama tradisional," ujarnya.

Salah satu kamp yang disebut dalam dokumen itu adalah "Pusat Pelatihan Nomor Empat". Dr Zens mengidentifikasinya sebagai salah satu yang dikunjungi BBC sebagai bagian dari tur yang diselenggarakan pemerintah China pada Mei 2019.

Sebagian besar bukti yang yang diungkap Tim BBC tampaknya sejalan dengan dokumen baru ini, yang disensor saat dipublikasikan untuk melindungi privasi mereka yang tercantum.

Dokumen ini memuat rincian investigasi terhadap 311 individu utama, antara lain latar belakang mereka, kebiasaan beragama mereka, serta hubungan dengan ratusan kerabat, tetangga, dan teman.

Kesimpulan dalam kolom terakhir menentukan apakah orang-orang yang berada di tahanan seharusnya tetap ditahan atau dibebaskan. Ditentukan pula apakah mereka yang sebelumnya dibebaskan perlu kembali ditahan.

Dokumen ini menjadi bukti yang tampaknya bertolak belakang dengan klaim China bahwa kamp-kamp ini adalah semata-semata sekolah.

Dalam artikel yang menganalisa dan memverifikasi dokumen tersebut, Dr Zens berargumen bahwa berkas itu juga memberikan pemahaman mendalam mengenai tujuan sejati sistem penahanan.

Menurutnya, dokumen itu memberikan isi benak mereka yang membuat keputusan serta menjabarkan "mekanisme administrasi mikro dan ideologi" kamp-kamp penahanan.

Sebagai contoh, baris 598 memuat kasus seorang perempuan 38 tahun dengan nama depan Helchem, dikirim ke kamp re-edukasi karena satu alasan utama: dia diketahui memakai jilbab beberapa tahun lalu.

Itu hanyalah satu dari sekian kasus penghukuman karena tindakan masa lalu

Contoh kasus lainnya adalah sejumlah individu ditahan karena mengajukan pembuatan paspor—bukti bahwa niat bepergian ke luar negeri dipandang sebagai bukti radikalisasi di Xinjiang.

Pada baris 66, seorang pria 34 tahun dengan nama depan Memettohti dikirim ke kamp karena mengajukan pembuatan paspor, meski ditulis "praktis tidak menimbulkan risiko".

Kemudian ada pria 28 tahun bernama depan Nurmemet pada baris 239. Dia dikirim ke kamp karena "mengklik tautan web dan secara tidak sengaja membuka laman asing".

Dalam catatan dokumen itu, Nurmemet digambarkan sebagai individu yang perilakunya tidak bermasalah.

Ke-311 individu ini semua berasal dari Distrik Karakax, dekat Kota Hotan di Xinjiang selatan, sebuah kawasan yang lebih dari 90% populasinya merupakan etnis Uighur.

Mayoritas Muslim, etnis Uighur secara penampilan, bahasa, dan budaya lebih dekat dengan masyarakat Asia Tengah ketimbang etnis mayoritas China, Han.

Selama beberapa dekade terakhir, kedatangan jutaan orang Han ke Xinjiang menimbulkan ketegangan etnis dan bertambah kesan bahwa Uighur dipinggirkan di bidang ekonomi.

Rangkaian ketidakpuasan ini kerap berwujud pada aksi kekerasan sporadis, yang kemudian mendorong aparat Beijing untuk bersikap represif.

Siklus kekerasan inilah yang membuat Uighur menjadi target—bersama dengan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang, seperti etnik Kazakh and Kyrgyz—untuk ditempatkan di kamp re-edukasi.

Mengapa ormas Islam dan pemerintah `bungkam` atas dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur?

China larang warga Xinjiang pelihara janggut panjang dan jilbab di ruang publik

Bukan hanya Muslim Uighur, China juga `penjarakan` Muslim Kazakh
Muslim Uighur: China boikot laga Arsenal dan sebut komentar Mesut Ozil `lukai perasaan rakyat China`

"Karakax List", demikian sebutan Dr Zenz untuk dokumen tersebut, merangkum cara pandang pemerintah China terhadap hampir semua ekspresi keyakinan beragama sebagai tanda ketidaksetiaan.

Untuk memberangus sikap yang disangka tidak setia itu, menurut Dr Zens, negara harus mencari cara untuk menembus jauh ke dalam hati dan rumah orang Uighur.

Pada awal 2017, ketika kampanye kamp penahanan dimulai, kelompok pekerja setia Partai Komunis yang dikenal dengan sebutan "tim-tim kerja desa", mulai beroperasi di tengah masyarakat Uighur.

Setiap anggota kelompok ditugasi mendatangi sekian rumah, berteman dengan empunya rumah, dan mencatat beragam hal, antara lain "atmosfer keagamaan" di rumah, berapa banyak Quran yang mereka miliki, atau apakah ada ritual keagamaan yang dilakoni.

"Karakax List" tampaknya menjadi bukti substansial bagaimana informasi terperinci ini digunakan untuk menjaring orang-orang Uighur ke dalam kamp-kamp.

Dokumen tersebut, sebagai contoh, mengungkap bagaimana China memakai konsep "bersalah karena terkait" untuk mempidana dan menahan jaringan keluarga besar di Xinjiang.

Bagi setiap individu utama, kolom ke-11 digunakan untuk mencatat hubungan kekeluargaan dan lingkaran sosial yang bersangkutan.

Di samping setiap kerabat atau teman yang terdaftar ada catatan tersendiri mengenai latar belakang mereka: seberapa sering mereka bersembahyang, apakah mereka pernah dimasukkan kamp, apakah mereka pernah ke luar negeri.

Bahkan, judul dokumen memperjelas bahwa semua individu utama yang terdaftar punya kerabat yang tinggal di luar negeri—sebuah kategori yang sejak lama dianggap sebagai indikator kunci mengenai potensi ketidaksetiaan sehingga hampir pasti yang bersangkutan dimasukkan ke kamp.

Pada baris 179, 315, dan 345 ada serangkaian penilaian terhadap seorang pria berusia 65 tahun, Yusup.

Catatannya menunjukkan bahwa kedua putrinya "memakai jilbab dan burka pada 2014 dan 2015", putranya punya kedekatan dengan politik Islam, dan keluarganya punya "sentimen anti-Han yang jelas".

Kesimpulan untuk Yusup adalah dia harus "melanjutkan pelatihan"—satu dari sekian banyak contoh orang yang dimasukkan ke kamp bukan karena tindakannya dan pandangannya, tapi karena keluarga mereka.

Informasi yang dihimpun oleh tim-tim desa juga dikirim ke sistem data Xinjiang, yaitu Integrated Joint Operations Platform (IJOP).

IJOP berisi berbagai catatan pengawasan dan penertiban di Xinjiang, diambil dari jaringan luas kamera serta perangkat mata-mata pada ponsel yang harus diunduh setiap warga.

IJOP, menurut Dr Zenz, dapat menggunakan kecerdasan buatannya (AI) untuk menyilangkan lapisan-lapisan data, kemudian mengirim notifikasi ke tim-tim desa yang akan menyelidiki individu tertentu.

Adrian Zenz telah menganalisa dokumen yang disebut Karakax List.
Pria yang kedapatan "secara tidak sengaja membuka laman asing" amat mungkin dimasukkan ke dalam kamp lantaran kerja IJOP.

Kendati demikian, tidak diperlukan teknologi canggih dalam banyak kasus, lantaran ada sejumlah orang ditangkap dengan alasan "tidak dapat dipercaya" dalam dokumen. Istilah itu dipakai sebagai satu-satunya alasan untuk menjebloskan 88 individu ke dalam kamp.

Dr Zenz menilai konsep itu adalah bukti bahwa sistem tersebut dirancang bukan terhadap mereka yang telah melakukan kejahatan, melainkan untuk seluruh lapisan masyarakat yang dipandang berpotensi mencurigakan.

Banyak kasus individu di dalam Karakax List yang alasan penahanannya gabungan perihal agama, paspor, keluarga, punya kontak di luar negeri, atau sekadar tidak dapat dipercaya.

Alasan yang paling sering dipakai untuk menahan orang adalah pelanggaran undang-undang keluarga berencana China.

Dari pandangan aparat China tampaknya punya terlalu banyak anak adalah tanda paling jelas bahwa masyarakat Uighur menempatkan kesetiaan mereka pada budaya dan tradisi lebih utama ketimbang kepatuhan pada negara sekuler. (ds/sumber BBC)