press enter to search

Rabu, 17/04/2024 01:11 WIB

Curcumin Belum Terbukti Bisa Tangkal Virus Corona

Dahlia | Rabu, 19/02/2020 20:02 WIB
Curcumin Belum Terbukti Bisa Tangkal Virus Corona Foto: ilustrasi

Jakarta (aksi.id) - Media sosial sempat diramaikan dengan informasi soal curcumin yang disebut bisa menangkal virus corona atau Covid-19. Hal ini pula yang menjadi alasan Indonesia belum terinfeksi virus hingga saat ini.

Chaerul menjelaskan, curcumin merupakan salah satu kandungan yang terdapat pada jahe, sereh, kunyit, dan temulawak. Hal tersebut dijelaskan oleh Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Chaerul Anwar Nidom.

Chaerul mengatakan bahwa infeksi Covid-19 high pathogenic yang terjadi di paru mengakibatkan terjadinya badai sitokin sebagai proses biologis. Badai sitokin ini lah yang dapat ditangkal oleh curcumin.

"Badai sitokin ini bisa ditangkal dengan curcumin yang banyak terkandung dalam temulawak, jahe, kunyit, dan sereh yang dikonsumsi harian oleh masyarakat Indonesia," tulis Chaerul dalam akun Instagram Cari Jamu.

Meski menjadi sedikit angin sejuk bagi Indonesia, pendapat berbeda justru diungkapkan oleh Direktur Lembaga Biologi Milekuler Eijkman, Profesor Amin Soebandrio. Dia menegaskan, hingga saat ini belum ada bukti klinis yang menunjukkan keampuhan curcumin menangkal virus corona.

"Curcumin secara umum menyehatkan tubuh kita, [tapi] bukan kekebalan spesifik terhadap virus corona. Setahu saya belum ada kajian khusus [curcumin menangkal virus corona]," kata Amir saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (19/2).

Curcumin, lanjut dia, dalam beberapa kajian memiliki efek seperti menurunkan peradangan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan sebagai agen antioksidan. Konsumsi curcumin melalui jamu pun dilakukan sejak lama oleh nenek moyang.

Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang secara spesifik bisa mengatasi virus corona. Beberapa rumah sakit mencoba menggunakan antivirus yang telah ada sebelumnya.

Vaksin Butuh Waktu Lama

Sedangkan untuk memproduksi vaksin, diperlukan waktu sekitar 5-10 tahun. Dalam keadaan genting seperti saat ini, prosesnya bisa dipersingkat atau melalui prosedur fast track.

"WHO [Organisasi Kesehatan Dunia] mengatakan bisa dipersingkat jadi 18 bulan. Paling cepat 6 bulan, kalau lancar. Tapi saya kira [makan waktu] lebih dari setahun," kata Amin.

Proses pengembangan vaksin juga harus melalui beberapa tahap. Mulai dari menemukan bagian virus yang bersifat imunogenik hingga pengujian.

"Kalau betul, itu [calon vaksin] diuji di hewan. Dilihat apakah menimbulkan reaksi tertentu. Lalu, dicoba pada manusia secara terbatas dan dilihat responsnya serta efek sampingnya," jelas Amir.

Hingga saat ini, virus corona Wuhan atau Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 75 ribu orang dan sebanyak 2 ribu nyawa melayang akibatnya. (lia/sumber:cnnindonesia)