Gerindra Anggap Putusan MA Tidak Mempengaruhi Hasil Pilpres 2019, Yusril: Sudah Diputus MK

JAKARTA (Aksi.id) - Politisi Gerindra Habiburokhman menyatakan, perlu kehati-hatian menyikapi Keputusan MA terkait Pasal 3 ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019.
"Sejarah membuktikan bahwa kesalahan informasi adalah racun yang sangat berbahaya,” ujar Habiburokhman dalam keterangan, Rabu (8/7/2020).
Anggota Komisi Hukum DPR RI itu menyebut, putusan MA itu tidak mempengaruhi hasil Pilpres 2019.
"Sama sekali tidak berpengaruh dengan hasil Pilpres. Dalam Pasal 6A UUD 1945 dan dalam UU Pemilu diatur bahwa Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden. Aturan dalam UUD 1945 itu diturunkan ke UU Pemilu,” jelasnya.
Habib menyebut harus ada pengecekan hasil Pilpres apakah sudah terpenuhi syarat 20 : 50 itu. Secara nasional, lanjutnya, Jokowi-Maruf Amin menang dengan 55,50% berbanding dengan Prabowo- Sandi yang memperoleh 44, 50 %. Lebih detail Jokowi menang di 21 Provinsi dan Prabowo - Sandi unggul di 13 Provinsi.
"Sebagaimana diatur Pasal 3 ayat (1) PKPU Nomor 5 Tahun 2019, UUD 1945 dan UU Pemilu juga terpenuhi. Jadi jelas tidak ada relevansi Putusan MA Nomor 44 P/HUM/2019 dengan batalnya hasil Pilpres,” terangnya.
Habiburokhman curiga ada berbagai pihak yang sengaja menyebarkan wacana pembatalan hasil Pilpres.
"Saya curiga ada pihak-pihak yang secara sistematis sengaja menyebarkan narasi batalnya hasil Pilpres dengan Putusan MA dengan tujuan memecah konsentrasi rakyat. Rakyat dipasok info palsu tersebut agar persoalan-persoalan besar luput dari perhatian,” tandas dia.
Sebelumnya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mempertanyakan alasan putusan MA tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, baru keluar belakangan.
"Catatannya kenapa baru dikeluarkan sekarang keputusannya?,” kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera di Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Mardani pun meminta KPU menindaklanjuti keputusan MA tersebut. “Apresiasi pada MA yang bekerja profesional. KPU perlu menindaklanjuti keputusan MA untuk perbaikan ke depan,” ucapnya.
Melihat keputusan MA tersebut, Mardani menilai hasil Pemilu 2019 yang dimenangkan oleh Joko Widodo dan Ma`ruf Amin perlu dikaji kembali.
"Terkait keabsahan hasil pemilu, dampak keputusan ini masih perlu kajian lanjutan. PKS akan terus mendorong semua pihak berpegang pada ketentuan perundang-undangan,” terang dia.
Yusril: Telah Diputus MK
Mahkamah Agung mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Pasal 3 Ayat 7 PKPU Nomor 5 Tahun 2019 terkait pilpres yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri.
Ahli hukum tata negara yang juga kuasa hukum Jokowi-Ma`ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, putusan MA tersebut tidak menyinggung kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019. Terlebih, MA tidak berwenang mengadili sengketa pilpres.
"Putusan itu sama sekali tidak masuk atau menyinggung kasus sudah menang atau belum Jokowi dalam Pilpres 2019. Menang tidaknya Jokowi dalam Pilpres 2019 telah diputus oleh MK karena hal itu menjadi kewenangannya. MA sama sekali tidak berwenang mengadili sengketa pilpres. Putusan MK itu final dan mengikat," kata Yusril dalam keterangan yang diterima, Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Menurut dia, KPU dalam menetapkan kemenangan Jokowi-Ma`ruf, sudah merujuk pada putusan MK yang tegas menolak permohonan sengketa yang diajukan Prabowo Subiyanto dan Sandiaga Uno.
"Lagipula putusan uji materil itu diambil oleh MA pada 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Kiai Ma`ruf dilantik oleh MPR. Putusan MA itu bersifat prospektif atau berlaku ke depan sejak tanggal diputuskan. Putusan MA tidak berlaku retroaktif atau surut ke belakang," tegas Yusril.
Dia menilai aturan pilpres yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon memang tidak diatur dalam dalam Pasal 416 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ketentuan Pasal 7 ayat 3 PKPU No 5 Tahun 2019 itu mengaturnya dengan mengacu kepada Putusan MK No 50/PUU-XII/2017 yang menafsirkan ketentuan Pasal 6A UUD 45 dalam hal paslon capres dan cawapres hanya dua pasangan.
"Dalam keadaan seperti itu, maka yang berlaku adalah suara terbanyak tanpa perlu diulang lagi untuk memenuhi syarat sebaran kemenangan di provinsi-provinsi sebagaimana diatur Pasal 6A itu sendiri," jelas Yusril. (ds/sumber Liputan6.com)
Artikel Terkait :
-Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Jadikan Pekerja Tangguh, KAI Services Gelar Seminar Kesehatan Mental
- Rayakan Masa Liburan Sekolah Bersama Kids Fun Menu Persembahan Kuliner Kereta
- Atasi ODOL, Pemerintah Tekankan Solusi Bersama Demi Keselamatan di Jalan
- Polsek Bantargebang Tunjukkan Aksi Bela Diri Terbaik Dalam kejuaraan Kapolres Metro Bekasi Kota Cup
- Robot Humanoid hingga Robot Dog, Polri Tampilkan Inovasi Teknologi Jelang Hari Bhayangkara
- Anak Aniaya Ibu Kandung Gegara Gagal Pinjam Motor, Terancam 5 Tahun Penjara
- Insiden KRL dan Truk di Tangerang: KAI Imbau Masyarakat Lebih Tertib di Perlintasan Sebidang
- KAI Commuter dan DJKA Operasikan Bangunan Baru Stasiun Tanah Abang
- Satpam Ikut Lomba PPB, Senam Tongkat dan Borgol di Polres Priok, Sambut Hari Bhayangkara ke 79
- Bhabinkamtibmas Pulau Pramuka Sambang Tokoh Masyarakat, Tegaskan Komitmen Cegah Premanisme dan Judi Online
