Seluruh Bandara Angkasa Pura II Segera Implementasikan Airport Collaborative Decision Making

MONTREAL (aksi.id) – Manajemen PT Angkasa Pura II mendorong seluruh bandara kelolaannya mengimplementasikan Airport Collaborative Decision Making (ACDM) dalam satu-dua tahun ke depan.
Hal itu dikemukakan Presiden Direktur PT Angkasa Pura II Dr. Ir. M. Awaluddin, MBA, dalam webinar internasional bertajuk
ACDM; Tantangan dan Peluang, Jumat (10/7/2020) malam.
Adapun sebagai bagian dari implementasi A-CDM, stakeholder di Bandara Soekarno-Hatta akan terhubung di satu platform digital yang memuat berbagai data terkait operasional bandara dan penerbangan yang disediakan oleh stakeholder.
“Angkasa Pura II telah menyiapkan 13 tahapan untuk melaksanakan kolaborasi dengan stakeholder guna menyiapkan fully implemented ACDM system di Bandara Soekarno Hatta,” ungkap Awaluddin.
Dalam satu atau dua tahun ke depan, Awaluddin mengutarakan seluruh bandara kelolaan PT Angkasa Pura II dapat menerapkan ACDM.
Dia menuturkan proses baru harus didukung dengan konsep – konsep baru, yang saling berkaitan dalam operasional penerbangan.
Fokus Angkasa Pura II dalam sembilan ACDM Operation ialah pada tiga hal yang mencangkup improve predictability, OTP dan reducing Air Traffic Flow Management (ATFM) slot wasted.
“Konsep – konsep dasar harus disamakan sebagai dasar dari implementasi ACDM yang baik. Konsep information sharing juga harus ditetapkan untuk membangun ACDM,” jelasnya.
Awaluddin mengutarakan tantangan terbesar saat ini dalam implementasi ACDM ialah kurangnya kolaborasi antara stakeholder penerbangan.
“Halangan yang dialami saat ini ialah adanya pendefinisian atau pandangan yang masih berbeda terhadap berbagai fokus, serta belum adanya kesepahaman dan penyatuan opini. ATFM tidak dapat berjalan sendiri, ACDM juga tidak dapat berjalan sendiri, sehingga keduanya perlu dikolaborasikan,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengutarakan ACDM selayaknya tidak hanya menjadi sebuah konsep tetapi harus sudah dalam fase implementasi.
“Yang paling penting ialah mengenai pengubahan “mind-set” yang merupakan sebuah softskill yang menjadi isu bagi kita semua. Kita butuh rujukan instrument regulasi, karena peran regulator dalam hal ini sangat diperlukan,” ucapnya.
Awaluddin mengemukakan diperlukan rujukan regulator dan instrument regulator dijadikan sebagai rujukan dalam implementasi ACDM, yang dimulai dari hal – hal dasar berdasarkan apa yang dialami di lapangan.
“Seperti bagaimana aspek yang kita gunakan saat ini seperti PM 89 2015, yang merupakan peraturan yang kita gunakan tetapi sudah tidak relevan lagi. Untuk itu perlu adanya pengkajian kembali. Saya rasa bagus juga sesuai dengan usulan peserta untuk mengadakan sebuah wadah untuk melaksanakan ACDM tetapi sebelum diadakan hal tersebut perlu adanya kajian terlebih dahulu,” cetusnya.
Dia mengemukalan infrastructure sharing merupakan sesuatu yang tidak mudah, bagaimana kita sharing apa yang digunakan secara bersama atau infrastruktur yang kami miliki digunakan oleh pihak lain dalam kaitannya dengan ACDM.
Data sharing dan information sharing pada dasarnya berdasarkan atas penggunaan bersama terhadap suatu infrastruktur. Komunikasi sangat diperlukan dalam koordinasi terkait penggunaan dan investasi infrastruktur. Jika dibiarkan masig – masing pihak berjalan sendiri mka ditakutkan adanya infrastruktur yang tidak digunakan secara maksimal.
“Konsep pembuatan keputusan berdasarkan kolaborasi ACDM perlu dibicarakan bersama,” ungkap Presdir PT Angkasa Pura II.
ICAO: Efisiensi Dalam Operasional Penerbangan
Sementara itu, pakar dari ICAO Vic Van Der Westhuizen menuturkan ACDM adalah sebuah proses yang mengijinkan semua pihak dalam penerbangan untuk berkoordinasi.
Dia mengemukakan ATFM memungkinkan untuk menciptakan penerbangan yang efisien, sedangkan ACDM ditunjukkan untuk meningkatkan efisiensi dalam operasional penerbangan dengan mengoptimalkan penggunaan berbagai sumber daya yang ada. “On time performance merupakan hal yang sangat penting untuk kelancaran operasi penerbangan” ujarnya.
Pengimplementasian prosedur navigasi penerbangan baru ialah dengan menggunakan pendekatan berbasis kolaborasi. “CANSO mendefinisikan ACDM sebagai program untuk meningkatkan efisiensi operasi di bandar udara. KPA oleh ICAO untuk A-CDM mencangkup efficiency, workload, capacity and environtment,” tuturnya.
Berdasarkan Eurocontrol Forecast 2020 – 2040, dia mengemukakan Indonesia menjadi negara keempat yang akan menguasai pasar penerbangan. (awe).
Artikel Terkait :
Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Dukung Integrasi Pembayaran, KMT Kini Dapat Digunakan untuk Angkutan Perkotaan di Depok dan Cikarang
- AirNav Indonesia dan BSSN Perkuat Keamanan Sistem Navigasi Udara Lewat Kolaborasi Strategis
- Polsek Kepulauan Seribu Utara Gelar Patroli Malam Perintis Presisi, Sasar Kenakalan Remaja, Narkoba, Miras hingga Premanisme
- KAI Services Berbagi Kebahagiaan dengan para Pekerja di HUT ke 22 Tahun
- Hijaukan Pesisir Timur Jawa, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove
- Wujudkan Pertumbuhan Inklusif, KAI Logistik Dorong Ekonomi Kerakyatan dalam Ekosistem Logistik
- Polsek Kepulauan Seribu Utara Amankan Kunjungan Gubernur DKI Jakarta ke Pulau Kelapa, Tanam Mangrove hingga Serahkan Bibit Ikan
- Pembinaan Rohani Dan Mental, Tahanan Polres Pelabuhan Tanjung Priok
- KAI Services Bahas Kolaborasi Strategis Penguatan Layanan dengan Dinas Kebudayaan Yogyakarta
- Polda Metro Jaya evakuasi 254 Warga Kebon Pala yang mengalami musibah Banjir
