press enter to search

Kamis, 28/03/2024 22:47 WIB

Hamil Bukaan 8 saat Pandemi Covid-19: Mau Periksa Disuruh Pulang Tunggu Hasil Tes Corona

Redaksi | Rabu, 22/07/2020 09:03 WIB
Hamil Bukaan 8 saat Pandemi Covid-19: Mau Periksa Disuruh Pulang Tunggu Hasil Tes Corona Perempuan hamil disarankan menecek kandungannya setidaknya sebanyak enam kali dalam masa pandemi Covid-19.

JAKARTA (Aksi.id) - Dua orang perempuan menceritakan tantangan yang mereka hadapi saat memeriksa kandungan hingga melahirkan di tengah pandemi Covid-19.

Seorang ibu bercerita ia kesulitan memeriksa kandungan karena fasilitas kesehatan yang tidak siap memeriksa ibu hamil dengan protokol pencegahan Covid-19.

Sementara, seorang perempuan lainnya mengaku harus "menahan kontraksi selama satu jam" karena harus menunggu hasil tes Covid-19 sebagai syarat melahirkan.

Menurut data Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Jakarta, 13,7 persen perempuan hamil lebih mudah terinfeksi Covid-19, dibandingkan mereka yang tidak hamil.

Kementerian Kesehatan berupaya mencegah penularan Covid-19 pada ibu hamil dengan meminta mereka mengurangi pemeriksaan pada trimester kedua, kecuali jika terdapat masalah pada kandungan mereka.

`Sudah penasaran kondisi bayi`

Indah, seorang warga kabupaten Tangerang, berusia 21 tahun, mengatakan ia sangat gembira ketika mengetahui dirinya mengandung anak pertamanya melalui alat tes kehamilan rumahan.

Untuk memastikan kehamilannya, ia memeriksakan diri ke sebuah klinik yang menyediakan layanan pemeriksaan kandungan pada April lalu.

Namun, sesampainya di sana, ia diminta pulang karena bidan di fasilitas itu mengatakan ia khawatir Indah bisa tertular virus corona.

"Perasaan saya saat itu campur aduk. Ya kecewa, tapi nggak salah juga bidannya. Soalnya yang saya tahu memang ibu hamil rentan terkena Covid-19," ujar Indah, yang menggunakan layanan BPJS untuk pemeriksaan itu.

Saat itu, pihak pengurus di klinik itu mengatakan mereka akan menghubungi Indah kembali melalui WhatsApp. Indah menunggu berhari-hari, tapi klinik itu tak juga mengabarinya.

"Mau nyamperin juga serba salah, lagi PSBB besar-besaran Tangerang Raya saat itu. Walau sebenernya, pada enggak patuh juga sih. Tapi, sebagai ibu hamil saya takut ketularan, padahal udah penasaran gimana pertumbuhan baby dalam perut," ujarnya.

Oleh karena itu, pada usia kehamilan trimester pertama, Indah hanya berkonsultasi dengan dokter melalui layanan kesehatan yang tersedia di internet. Meski hal itu dirasanya tak cukup.

"Saya sendiri masih awam soal info kehamilan. Kalau untuk cari-cari informasi sendiri di internet atau via chat di internet, saya rasa masih kurang.

"Butuh tindakan khusus biar bumil yang awam seperti saya paham apa-apa saja yang harus dilakukan selama kehamilan."

Indah baru memeriksakan kandungannya untuk pertama kali di bidan pertengahan Juli lalu, atau saat kehamilannya menginjak usia empat bulan, meski menurut arahan Kementerian Kesehatan, dalam trimester pertama setidaknya ia sudah dua kali melakukan pemeriksaan.

"Harapan kedepannya, saya pengennya bumil-bumil seperti saya ini dapat jalur khusus buat sekadar periksa biasa, atau USG, biar kami nggak ketemu langsung sama pasien-pasien dengan gejala kesehatan lain," ujarnya.

Sejauh ini, Kementerian Kesehatan mengatakan mereka yang negatif Covid-19 dipersilahkan memeriksa kandungan di fasilitas kesehatan yang ada, setidaknya enam kali selama masa kandungan.

`Tes Covid-19 saat bukaan 8`

Tak hanya pemeriksaan kehamilan, melahirkan di masa pandemi juga memiliki tantangan sendiri, seperti diceritakan Nadia Hanum, warga Surabaya, Jawa Timur, yang berusia 28 tahun.

Nadia melahirkan di sebuah rumah sakit ibu dan anak di Surabaya awal Juli ini.

Saat tiba di rumah sakit, dia sudah mengalami bukaan delapan dan langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat (UGD). Namun, ia belum bisa menjalani proses persalinan karena ia diminta melakukan rapid test.

Setiap ibu hamil yang akan melakukan persalinan diimbau untuk melakukan skrining COVID-19 tujuh hari sebelum taksir persalinan, menurut aturan Kemenkes.

Proses itu memakan waktu sekitar 15 menit yang diikuti dengan pengambilan foto thorax selama 15 menit.

"Hasilnya keluar, terus saya dibawa ke ruang bersalin. Di ruang bersalin saya harus tunggu dokter karena dia baru dikabari setelah hasil tes saya dipastikan non-reaktif. Jadi saya nunggu kira-kira satu jam sampai boleh bersalin," kata Nadia.

Nadia mengatakan pengalamannya itu membuat trauma.

"Yang bikin trauma bukan lagi rasa sakitnya, tapi proses saya harus menunggu selama itu setelah saya bukaan delapan.

"Yang bikin kesal, petugas UGD menjelaskan ke saya, kalau hasilnya tesnya reaktif, saya harus dirujuk ke rumah sakit yang punya ruang isolasi untuk ibu dan bayi."

Saat itu, ujar Nadia, pihak rumah sakit mengatakan belum tahu akan merujuk Nadia kemana jika hasil tes rapidnya reaktif.

"`Seadanya ruangan`, kata tim medis di UGD," kata Nadia.

Untung saja, hasil tesnya saat itu normal, kata Nadia.

Terkait dengan itu, Kementerian Kesehatan baru mengeluarkan edaran terkait aturan persalinan di masa pandemi, yang diumumkan 20 Juli lalu.

"Mengingat banyaknya kasus COVID-19, baik kasus konfirmasi, suspek, maupun probable, perlu diterapkan protokol kesehatan bagi ibu hamil yang juga mempunyai risiko untuk menderita penyakit COVID-19.

"Setiap ibu hamil yang akan melakukan persalinan diimbau untuk melakukan skrining COVID-19 tujuh hari sebelum taksir persalinan." kata edaran itu,

Pemisahan bumil dengan pasien Covid-19

Menurut Muhammad Ardian, dokter kandungan yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Surabaya, pemisahan ruang bagi ibu hamil, yang tidak terinfeksi covid-19, dengan pasien Covid-19 sangat penting.

"Kementerian Kesehatan maupun POGI sudah mengimbau, kalau periksa kehamilan nggak usah terlalu sering. Tapi barangkali dengan pemisahan antara rumah sakit, misalkan rujukan Covid-19 dan non-Covid, ibu-ibu tak perlu takut.

"Karena RSIA di Surabaya, misalnya, nggak menangani Covid-19. Di rumah sakit umum, misalkan Universitas Airlangga, pasied Covid dan non-Covid sudah dipisahkan jadi nggak usah khawatir," ujarnya.

Sebelumnya, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini meminta warganya yang hamil untuk tidak memeriksakan diri ke Puskesmas, tapi ke RSIA, untuk mengindari risiko penularan Covid-19.

Ardian mengatakan, seperti yang diarahkan Kementerian Kesehatan, pemeriksaan kehamilan harus dilakukan minimal enam kali agar deteksi dini risiko kehamilan bisa berjalan.

"Misalkan pasien karena jarang kontrol tidak diketahui tensinya naik karena preeklampsia," katanya.

Ibu hamil lebih rentan

Dokter kandungan lain, Ulul Albab, yang merupakan Sekjen POGI Jakarta (Jaya), menjelaskan kondisi ibu hamil yang disebutnya lebih mudah tertular covid-19 karena sistem imun mereka yang lebih rentan.

Menurut data POGI Jakarta, 13,7 persen perempuan hamil lebih mudah terinfeksi Covid-19 dibandingkan mereka yang tak hamil.

Ulul mengatakan hingga minggu kedua Juli, setidaknya ada 97 perempuan yang hamil dalam status positif Covid-19 di Jakarta dan satu orang meninggal.

Melihat risiko penularan yang ada, Ulul menyarankan para perempuan menunda kehamilan selama pandemi.

Sementara itu, pemisahan ibu yang melahirkan dengan status negatif Covid-19 dan positif Covid-19, juga semestinya dilakukan, ujar Ulul.

Ia meminta pemerintah menyediakan layanan khusus untuk mereka yang hamil dalam status positif Covid-19.

"Sampai sekarang belum ada RS rujukan yang memang khusus melayani ibu hamil yang terkonfirmasi positif. Kenapa kita perlu? Karena ada dua yang kita tangani, yakni ibu dan anaknya.

"Sementara rumah sakit yang memiliki ruang operasi bertekanan negatif, sebagai syarat melakukan operasi pasien Covid-19, kan terbatas jumlahnya. Jadi penunjukkan khusus itu perlu," kata Ulul.

Di Surabaya, jumlah persalinan per bulan mencapai sekitar 3000an dan berdasarkan asumsi POGI Surabaya, 10-20% dari mereka terinfeksi virus corona, ujar Muhammad Ardian.

Tes Covid-19 seminggu sebelum lahiran

Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Erna Mulati mengatakan sejauh ini, ibu hamil yang terinfeksi corona, diperlakukan layaknya pasien Covid-19 biasa, dan diarahkan untuk melahirkan di rumah sakit rujukan covid-19.

"Kita memperkuat fasilitas kesehatan terkait penggunaan Alat Pelindung Diri untuk mencegah penularan virus corona dalam proses melahirkan." ujar Erna.

Ia menambahkan ibu hamil perlu menjaga kesehatan selama kehamilan selama pandemi.

"Kan dilakukan skrining oleh dokter, kita harap dokter memberi nasihat-nasihat. Selama ibu hamil menjalankan apa yang di buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA yang diterbitkan Kemenkes), Insya Allah nggak ada apa-apa, nggak ada masalah," katanya/ (ds/sumber BBC News Indonesia)