press enter to search

Rabu, 02/07/2025 07:23 WIB

Di Kotamobagu, KKP Serahkan Bantuan Unit Percontohan Penyuluhan Budidaya Lele Bioflok

Fahmi | Sabtu, 05/09/2020 06:21 WIB
Di Kotamobagu, KKP Serahkan Bantuan Unit Percontohan Penyuluhan Budidaya Lele Bioflok Di Kotamobagu, KKP Serahkan Bantuan Unit Percontohan Penyuluhan Budidaya Lele Bioflok

JAKARTA (Aksi.id) - Dalam rangka memperkuat budidaya ikan dalam negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) menyerahkan bantuan unit percontohan penyuluhan budidaya ikan lele sistem bioflok. Penyerahan bantuan dilakukan oleh Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BP3) Bitung kepada Pokdakan Suka Maju, Kelurahan Sinindian, Kecamatan Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu, Provinsi Sulawesi Utara, Kamis (3/9/2020).

Melalui percontohan ini akan diperlihatkan secara langsung penerapan teknologi perikanan bioflok agar dapat diterima masyarakat secara luas. Dengan kata lain, percontohan penyuluhan ini merupakan upaya diseminasi teknologi kelautan dan perikanan serta penerapan metode penyuluhan partisipatif kepada pelaku utama.

Kepala BRSDM Sjarief Widjaja mengajak masyarakat untuk mengamati teknologi percontohan bioflok yang diberikan. Ia juga menyarankan masyarakat untuk meniru, memodifikasi, dan membuat inovasi kolam bioflok dengan bahan dan peralatan yang ada. Menurut Sjarief, mengusung konsep yang sama mungkin saja bahan seperti bambu yang banyak tersedia di alam dapat dimanfaatkan untuk membangun instalasi bioflok sederhana.

“Pada dasarnya bantuan ini adalah ide awal untuk membuat kolam bioflok sejenis dengan bahan yang ada di sekitar kita,” tuturnya.

Selanjutnya, di samping kelompok pembesaran lele, Sjarief juga menginginkan dibentuknya kelompok pembenihan untuk menyiapkan benih dan indukan yang dibutuhkan dalam usaha budidaya. Pasalnya, berkaca dari pengalaman di lokasi lain, pembudidaya pembesaran ikan lele sistem bioflok kesulitan mendapatkan benih setelah panen pertama atau kedua.

Selain itu, mengingat lele merupakan ikan yang memiliki daya tahan tinggi, dapat hidup di segala cuaca dan model media air, dan memakan segala, Sjarief ingin agar BP3 Bitung juga mencarikan formulasi pakan yang lebih sederhana.

“Tidak perlu pakan pabrikan karena kalau lele pakai pakan pabrikan pasti keuntungannya akan kecil sekali bahkan cenderung rugi. Mungkin bisa disiapkan formulasi lain dengan menggunakan ikan rucah, cacing sutra, atau magot,” jelas Sjarief.

Setelah formulasi ditemukan, Sjarief menyarankan agar dibentuk kelompok masyarakat produsen pakan ikan.

Tak hanya kelompok pakan, Sjarief juga mengarahkan agar dibentuk kelompok probiotik untuk pertumbuhan ikan dan pencegahan hama dan penyakit ikan dan kelompok pengolah pasca panen. Kelompok pengolah pasca-panen ini dibutuhkan karena menurut Sjarief, jika hasil panen dijual gelondongan maka harganya akan jatuh. Pengolahan lele menjadi aneka diversifikasi olahan makanan dinilai akan lebih menguntungkan.

“Ini bukan sekadar usaha, melainkan sinergi dan kerja sama berbagai kelompok. Jika ada kelompok pembudidaya, kelompok benih, kelompok pakan, kelompok probiotik, hingga kelompok pengolah pasca panen, maka masyarakat akan saling mengisi dalam kegiatan budidaya yang terintegrasi,” ucapnya.

Sinergi dalam kegiatan budidaya ini dipercaya akan membentuk circular economy yang pada akhirnya dapat menciptakan swasembada di daerah.

Senada dengan Sjarief, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP), Lilly Aprilya Pregiwati menginginkan agar terbentuk sinergi yang baik antara penyuluh perikanan dengan kelompok penerima bantuan. Sinergi ini dibutuhkan untuk menularkan teknologi lebih luas kepada masyarakat khususnya yang berada di sekitar Kota Kotamobagu.

Lilly pun menjelaskan empat hal mendasar dalam pemilihan percontohan penyuluhan bioflok kali ini. Pertama, teknologi bioflok yang diusung merupakan teknologi yang sudah direkomendasikan dan berhasil dikembangkan di beberapa daerah lain. Kedua, pengembangan teknologi bioflok cukup murah dan terjangkau. Pembuatan empat kolam yang diserahkan kepada Pokdakan Suka Maju misalnya memakan biaya Rp55 juta yang dinilai tidak terlalu mahal untuk satu kelompok masyarakat.

Ketiga, budidaya dengan sistem bioflok merupakan kegiatan budidaya yang ramah lingkungan. Keempat, melalui budidaya sistem bioflok diharapkan muncul inovasi integrasi usaha mulai dari pembenihan hingga penanganan pasca-panen.

Menurut Lilly, percontohan budidaya lele sistem bioflok ini merupakan bantuan percontohan penyuluh perikanan ke-11 yang diserahkan oleh Puslatluh KP, di samping 10 unit percontohan yang telah diserahkan di daerah lain. Ia berharap bantuan ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin oleh masyarakat sekitar.

Sementara itu, Pengendali Teknis, Inspektorat III, Inspektorat Jenderal KKP, Raymond Bako yang hadir langsung di lokasi berpesan agar penyuluh perikanan setempat memberikan pembinaan dan pelatihan kepada Pokdakan dan masyarakat umum terkait perbedaan budidaya sistem bioflok dengan sistem biasa. Termasuk juga mengkaji manfaat lainnya budidaya sistem bioflok ini seperti pemanfaatan air bekas media pembesaran sebagai pupuk tanaman.

Mengantisipasi dua masalah yang sering terjadi pada budidaya sistem bioflok, yaitu kesulitan pasokan benih dan pemasaran, Raymond memberikan masukan. Ia menyarankan agar pemerintah daerah setempat membuat pengaturan sistem budidaya yang terukur. Menurut Raymond, jika tidak diatur, masyarakat akan kesulitan mendapatkan benih, pun kesulitan memasarkan hasil budidaya saat terjadi panen lele dalam waktu yang bersamaan.

“Siklus produksi dan panen ini harus diatur. Kalau tidak, saat produksi dan panen dilakukan masyarakat secara bersamaan, ketersediaan lele akan melimpah dan harganya jatuh di pasar. Masyarakat merugi. Panen bersamaan juga akan menyebabkan bibit menjadi terbatas,” terang Raymond.

Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Kotamobagu, Muhammad Yahya menyampaikan terima kasih atas bantuan dan perhatian KKP terhadap masyarakat Kotamobagu. Sebagai kota terkecil di Sulawesi Utara, menurut Yahya, luas wilayah Kotamobagu yang telah terbangun belum sampai setengahnya. Dengan demikian, masih tersedia wilayah yang luas yang berpotensi dimanfaatkan untuk pengembangan sektor perikanan maupun pertanian.

Menurut Yahya, Kotamobagu tidak memiliki laut sehingga potensi perikanan budidaya air tawar menjadi andalan masyarakat. Dari dulu masyarakat sekitar telah menekuni budidaya ikan mas, nila, koi, patin, dan bawal.

Yahya menuturkan bahwa pada awalnya, komoditas lele memang diabaikan masyarakat. Namun setelah munculnya lele jenis Sangkuriang yang banyak disukai masyarakat, usaha budidaya lele ini pun mulai dilirik. Saat ini bahkan pemasaran lele semakin meluas, tidak hanya di Kotamobagu melainkan hingga ke daerah lainnya di Sulawesi Utara.

“Mudah-mudahan dengan adanya percontohan ini kemampuan penyuluh dapat meningkat sehingga pemanfaatan sistem bioflok di Kotamobagu dapat mendorong produksi menjadi lebih baik lagi,” tandasnya.

Ketua Pokdakan Suka Maju Kota Kotamobagu, Mulyadi Tjiang juga menyampaikan terima kasih atas bantuan yang diberikan pemerintah. Menurutnya, Pokdakan Suka Maju yang beranggotakan 10 orang tersebut sudah menekuni usaha budidaya ikan air tawar dan pembuatan pakan ikan sejak 2018 lalu. Namun usaha budidaya mereka tidak terlalu berkembang.

Mulyadi berharap, bantuan teknologi bioflok yang diberikan ini dapat meningkatkan produksi mereka dalam menghasilkan lele untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

“Kami akan berusaha semaksimal mungkin agar bantuan ini kami dapat melaksanakannya dan memeliharanya secara baik. Mudah-mudahan ini dapat lebih meningkatkan perekonomian kami,” ungkapnya.

Adapun Kepala BP3 Bitung, Ahmad Ridloudin mengatakan, tak hanya menyerahkan bantuan, pihaknya juga akan mendampingi masyarakat dalam menjalankan usaha. Sebanyak 7 orang penyuluh perikanan Kotamobagu akan ditugaskan mendampingi pelaku usaha di 4 kecamatan, 18 kelurahan, dan 15 desa di Kota Kotamobagu.

Menurut Ridloudin, di tahap akhir rangkaian kegiatan percontohan ini akan dilaksanakan temu lapang antara tenaga ahli, penyuluh perikanan, dan pelaku utama kelautan dan perikanan. Dalam pertemuan ini akan dibahas pengembangan ataupun penyelesaian permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan percontohan ini.(fh)