press enter to search

Jum'at, 29/03/2024 01:15 WIB

Kisah Kematian Tragis Siswi SD Belajar Daring: Ibu Dibantu Bapak Naik Motor Bawa Jasad Anak Dalam Kardus ke Kuburan

Redaksi | Jum'at, 18/09/2020 13:15 WIB
Kisah Kematian Tragis Siswi SD Belajar Daring: Ibu Dibantu Bapak Naik Motor Bawa Jasad Anak Dalam Kardus ke Kuburan Tersangka penganiayaan anak di Banten.

TANGERANG (Aksi.id) - Nasib tragis dialami siswi kelas I Sekolah Dasar (SD) berinisial KS. Bocah perempuan berusia 8 tahun itu meregang nyawa setelah dianiaya ibunya, Lia Handayani (26).

Kekerasan fisik itu dilakukan pelaku di rumah kontrakan mereka huni kawasan Kelurahan Kreo, Tangerang, Banten. Pengakuan pelaku, penganiayaan itu dipicu emosi terhadap korban yang tak kunjung mengerti saat proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau daring.

Aksi sadis tersebut dilakukan di depan kembaran korban ketika proses belajar daring sekitar pukul pukul 08:00-14:00 WIB. Puncaknya, korban yang kerap mengalami penganiayaan itu meninggal dunia pada Rabu 26 Agustus lalu.

Hasil penyelidikan polisi terungkap bahwa pelaku memukuli korban lebih dari sekali. Pelaku mulai mencubit dan memukul lebih dari lima kali menggunakan gagang sapu dan korban hingga terjatuh ke lantai.

"Pelaku kerapkali melakukan penganiayaan jika anaknya kesulitan belajar secara online," kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Lebak, Ajun Komisaris David Adhi Kusuma, kemarin.

Dikuburkan di Lebak

Suami pelaku, Imam Safi`e (27), yang baru pulang memfoto copy pelajaran anaknya terkejut melihat korban tak sadarkan diri. Sementara pelaku yang panik melihat anak kembarnya itu tak berdaya mengajak suaminya menguburkan korban di kawasan Kabupaten Lebak, Banten.

Pasangan suami istri itu kemudian menggunakan sepeda motor dari Tangerang ke Lebak. Mereka berangkat bersama adik kembar korban dengan membawa jasad anaknya dimasukkan dalam kardus.

Mereka sampai di depan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Gunung Kendeng, Kecamatan Cijaku, Lebak, Banten. Imam lantas mencari rumah terdekat TPU untuk meminjam cangkul dengan alasan mau menguburkan kucing anggoranya yang mati.

Mereka pun langsung menguburkan jenazah korban masih berpakaian lengkap sampai pukul 18:15 Wib. Selanjutnya, mereka kembali ke rumahnya yang berada di Tangerang.

Selanjutnya, pada 27 Agustus 2020, para pelaku berpindah rumah kontrakan ke kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Berikutnya, pada 28 Agustus 2020, pelaku membuat laporan palsu kehilangan anak dengan ciri-ciri jenazah korban untuk mengelabuhi polisi.

Kemudian pada Sabtu 12 September 2020 warga curiga ketika melihat gundukan tanah mirip makam. Temuan itu lantas dilaporkan ke polisi.

Pihak berawajib pun membongkar gundukan tanah tersebut lalu menemukan jasad korban berpakaian lengkap. Setelah itu, polisi langsung mengidentifikasi jenazah korban tersebut dan melakukan penyelidikan.

Tak hanya mendapatkan informasi dari warga sekitar saja, polisi juga mendapatkan informasi dari Polsek Metro Setiabudi bahwa ada masyarakat yang melapor kehilangan seorang anak dengan ciri-ciri korban saat ditemukan di Lebak, Banten.

Hasil koordinasi dengan pihak kepolisian jasad tersebut sesuai dengan laporan pelaku ke polisi yang mengaku kehilangan anak. Polisi akhirnya memeriksa pelaku hingga kasus penganiayaan sadis itu terbongkar.

Pesan Terakhir Korban

KS (8) sempat menulis surat sebagai pesan terakhir sebelum meninggal dunia akibat dianiaya ibu kandungnya Lia Handayani (26). Siswa SD itu meregang nyawa setelah dianiaya karena sang ibu kesal korban kesulitan belajar online.

Surat itu ditujukan untuk pelaku dan sang ayah Imam Safi`e (27). Hal itu diungkapkan pelaku Lia Handayani.

"Dia pun pernah bikin surat, mungkin sudah lama cuma saya baru baca. Isi suratnya kata dia, mamah papah maafin yah. Karena udah selalu bikin mamah sama papah marah terus, enggak bakalan kaya gitu lagi. Udah gitu doang," kata Lia, Rabu (16/9).

Kemen PPPA Harap Jadi Kematian Anak karena Pembelajaran Daring Tak Terulang

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak mengawal proses penyelidikan dilakukan polisi terkait penyebab orang tua korban tega melakukan aksi tersebut.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA Nahar berharap kasus serupa tak terulang. Menurut dia, guna mengantisipasi kekerasan terhadap anak selama sistem pembelajaran jarak jauh atau daring Kemen PPPA telah berkoordiasi dengan Kemendikbud dan beberapa kementerian lain.

Sementara itu, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengungkapkan kesabaran orang tua memberikan bimbingan belajar di rumah selama pandemi Covid-19 menjadi modal utama agar anak tetap semangat dalam belajar. Dia mengatakan, jika selama proses belajar di rumah anak mengalami kekerasan fisik dan psikis malah mempersulit memahami pelajaran.

KPAI mengingatkan para orangtua dan guru agar selalu membangun komunikasi selama kegiatan belajar daring. KPAI juga meminta agar jangan memberikan tugas yang terlalu berat kepada anak khususnya anak SD kelas 1-3 yang mungkin saja baru belajar membaca dan belajar memahami bacaan.

Survei KPAI PADA 8-14 Juni 2020 dengan responden anak sebanyak 25.164 orang menunjukan bahwa terjadi kekerasan psikis dan fisik selama pandemi terhadap anak dengan pelaku dari keluarga terdekat seperti ayah, ibu, kakak/adik, saudara lainnya, kakek/nenek, asisten rumah tangga.

KPAI mencatat beberapa bentuk kekerasan fisik terhadap anak selama pandemi diantaranya dicubit (23%), dipukul (9%), dijewer (9%), dijambak (6%), ditampar (3%), bahkan diinjak (2%). Sedangkan kekerasan psikis dimarahi (56%), dibandingkan dengan anak lain (34%), dibentak (23%), diancam (4%). (ds/sumber Merdeka.com)