Kisah Penggali Kubur di Tengah Melonjaknya Pemakaman Covid-19 di Jakarta

Aksi.id - Seorang penggali kubur, Junaedi Bin Hakim, bekerja keras hingga hampir tengah malam hampir setiap hari di pemakaman Jakarta. Ia bertugas menyiapkan tempat penguburan jenazah Covid-19.
“Saya khawatir dan takut, tetapi ini adalah bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab saya,” kata Junaedi, 43 tahun. Sebelum pandemi virus corona, ia secara rutin menyelesaikan pekerjaannya pada pukul 4 sore untuk menghabiskan waktu bersama keluarga mudanya.
Reuters melaporkan, Senin (21/9), Jakarta telah menjadi episentrum wabah virus corona di Indonesia. Pihak berwenang telah berjuang selama berbulan-bulan untuk menahan laju penyebaran virus. Indonesia melaporkan hampir 245 ribu kasus dengan 9.553 kematian, tingkat tertinggi di Asia Tenggara.
Tidak seperti banyak ibu kota di negara Asia lainnya, pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memberlakukan karantina wilayah secara total, bahkan lebih memilih untuk menerapkan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), pendekatan yang menurut beberapa pakar kesehatan terlalu longgar.
Setelah terjadi lonjakan kematian pada awal pandemi, kegiatan penguburan di Jakarta turun menjadi rata-rata sekitar 20 hingga 30 per hari pada bulan Juli dan Agustus. Namun Pemprov DKI Jakarta menemukan adanya loncatan pemakaman yang cukup signifikan pada bulan September menjadi antara 50 dan lebih dari 60 per hari. Hal tersebut ditunjukkan dengan pemandangan antrean ambulans -yang membawa korban- mengular di sekitar pintu masuk pemakaman Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Junaedi mengatakan areal pemakaman tersebut bisa penuh dalam waktu dua bulan dengan volume penguburan seperti saat ini.
“Biasanya kami mengubur sekitar 10 orang setiap hari. Namun, beberapa hari terakhir ini penanganan penguburan Covid-19 rata-rata mencapai 30 per hari,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pihaknya telah mengalokasikan lahan-lahan baru sebagai pemakaman jika hal itu terjadi
Menurut perhitungan Reuters yang mengacu pada data resmi pemerintah, jumlah kematian di seluruh Indonesia rata-rata mencapai 114 per hari selama seminggu terakhir. Angka tersebut menunjukkan kenaikan dari 64 pada bulan lalu.
Anies mengatakan dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa tidak semua penguburan saat ini adalah pasti pasien Covid-19, "Saya tidak melihat ada penyakit lain yang terjadi di kota kami.” katanya.
Anies mengatakan kenaikan angka pemakaman, bersama dengan tekanan pada sistem perawatan kesehatan kota, adalah alasan mengapa dia mengaktifkan kembali kebijakan PSBB di Jakarta. PSBB tersebut melarang kegiatan bekerja dari kantor kecuali untuk bisnis penting, serta membatasi kapasitas transportasi umum dan tempat ibadah.
"Kami belum pernah mengalami lompatan seperti ini,” kata Anies. "Itu sebabnya ... kami memutuskan untuk mengerem," lanjutnya.
Bagi istri Junaedi, Karlina, pekerjaan suaminya adalah sumber ketakutan bagi anak-anaknya yang masih kecil, meskipun prosesi pemakaman tetap mematuhi protokol kesehatan.
“Saya masih punya dua anak di rumah jadi pasti saya takut dan khawatir,” katanya. (ny/Sumber: VOAIndonesia)
Artikel Terkait :
Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Jadikan Pekerja Tangguh, KAI Services Gelar Seminar Kesehatan Mental
- Visa dan MITJ Luncurkan Pembayaran Contactless di Commuter Line Basoetta
- KAI Logistik Yogyakarta : Penghubung Dinamis Antara Wisata, Pendidikan, dan Ekonomi Kreatif
- Atasi ODOL, Pemerintah Tekankan Solusi Bersama Demi Keselamatan di Jalan
- Rayakan Masa Liburan Sekolah Bersama Kids Fun Menu Persembahan Kuliner Kereta
- Polsek Bantargebang Tunjukkan Aksi Bela Diri Terbaik Dalam kejuaraan Kapolres Metro Bekasi Kota Cup
- Robot Humanoid hingga Robot Dog, Polri Tampilkan Inovasi Teknologi Jelang Hari Bhayangkara
- Anak Aniaya Ibu Kandung Gegara Gagal Pinjam Motor, Terancam 5 Tahun Penjara
- Insiden KRL dan Truk di Tangerang: KAI Imbau Masyarakat Lebih Tertib di Perlintasan Sebidang
- Pendangkalan Laut di Pulau Baai Isolasi Akses ke Pulau Enggano, Polda Bengkulu Kerahkan Upaya Maksimal
