press enter to search

Kamis, 28/03/2024 15:39 WIB

Terungkap, Motif Penembakan Pendeta di Prancis: Bukan Teror, Melainkan Pelampiasan Cemburu

Redaksi | Senin, 09/11/2020 23:07 WIB
Terungkap, Motif Penembakan Pendeta di Prancis: Bukan Teror, Melainkan Pelampiasan Cemburu Ilustrasi. (ist)

JAKARTA (Aksi.id) - Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) mengungkap, ada 13.567 permasalahan yang membuat negara menelan kerugiansenilai Rp8,97 triliun dalam pemeriksaan selama semester I tahun 2020.

Jumlah tersebut meliputi 6.713 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 6.702 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan senilai Rp8,28 triliun, serta 152 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan Rp692,05 miliar.

Ketua BPK, Agung Firman Sampurna mengatakan, dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 4.051 senilai Rp8,28 triliun merupakan permasalahan yang dapat mengakibatkan kerugian senilai Rp1,79 triliun, potensi kerugian senilai Rp3,30 triliun, dan kekurangan penerimaan senilai Rp3,19 triliun.

"Atas permasalahan tersebut entitas telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan selama proses pemeriksaan sebesar Rp670,50 miliar (8%) di antaranya Rp384,71 miliar merupakan penyetoran dari pemerintah pusat, BUMN, dan Badan Lainnya," kata Agung di Jakarta, Senin (9/11/2020).

Selain itu, 2.651 permasalahan ketidakpatuhan mengakibatkan, penyimpangan administrasi. Temuan tersebut diungkapkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2020. "Ikhtisar ini merupakan ringkasan dari 634 LHP keuangan, 7 LHP kinerja, dan 39 LHP dengan tujuan tertentu," paparnya.

Pada semester I tahun 2020, BPK melakukan pemeriksaan keuangan atas 1 Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2019, 86 LK Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2019, 1 LK Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2019, 1 LK Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Tahun 2019, 541 LK Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2019, serta 4 LK Badan Lainnya Tahun 2019.

Hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2019 menghasilkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini WTP LKKL tahun 2019 sebesar 97% (85 LKKL) telah melampaui target opini WTP pada Sasaran Pokok Pembangunan Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 95%.

Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) diperoleh Komisi Pemilihan Umum serta Badan Siber dan Sandi Negara, sedangkan opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) diperoleh Badan Keamanan Laut.

LK Pinjaman dan Hibah Luar Negeri yaitu Laporan Keuangan Indonesia Infrastructure Finance Development Trust Fund (IIFD-TF) Tahun 2019 juga mendapat opini WTP. Sedangkan pada LKPD Tahun 2019, opini WTP dicapai oleh seluruh pemerintah provinsi di Indonesia (100%), 364 dari 415 pemerintah kabupaten (88%), dan 87 dari 93 pemerintah kota (94%). Terdapat 1 pemerintah daerah belum menyampaikan LK kepada BPK yaitu Pemerintah Kabupaten Waropen di Provinsi Papua.

Capaian opini WTP pada pemda telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah/program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 masing-masing sebesar 85%, 60%, dan 65% di tahun 2019.

Sementara itu, pada hasil pemeriksaan atas 4 laporan keuangan badan lainnya tahun 2019 yaitu LK Tahunan BI, LK OJK, LK LPS, dan LK Badan Pengelola Keuangan Haji, seluruhnya mendapat opini WTP.

Hasil pemeriksaan kinerja pada semester ini yang dilakukan BPK antara lain mengungkapkan efektivitas PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Holding dalam meningkatkan kinerja PT Perkebunan Nusantara Grup Tahun 2015 sampai dengan semester I Tahun 2019 dengan kesimpulan tidak efektif; dan efektivitas PT Rajawali Nusantara Indonesia Holding dalam melaksanakan fungsi pengendalian. (ds/sumber Sindonews.com)