press enter to search

Jum'at, 04/07/2025 10:25 WIB

Tim Advokasi Laporkan Penembakan 6 Laskar FPI ke Pengadilan Internasional

Redaksi | Rabu, 20/01/2021 14:36 WIB
Tim Advokasi Laporkan Penembakan 6 Laskar FPI ke Pengadilan Internasional Pengadilan Internasional.

JAKARTA (Aksi.id) - Tim Advokasi Korban Tragedi 7 Desember 2020 melaporkan kasus penembakan terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Jakarta-Cikampek oleh aparat kepolisian ke Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC).

Hal tersebut dibenarkan mantan Sekretaris Umum DPP FPI, Munarman, Rabu (20/1/2021).

Selain itu, tim advokasi juga melaporkan adanya dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) saat demo penolakan hasil pemilu pada 21-22 Mei 2019. Dimana ada sejumlah warga sipil yang terbunuh.

"Laporan Tim Advokasi Korban Pelanggaran HAM berat oleh aparat negara ke ICC. Tragedi 21-22 Mei 2019 dan pembantaian 7 Desember 2020," kata Munarman.

Tim juga meminta ICC untuk menghentikan berbagai tindakan represif rezim di Indonesia. Seperti intimidasi, penghilangan secara paksa serta penyiksaan bahkan pembunuhan.

"We request to do legally within your power to stop Indonesia regime continued the policy to consistently use methods of the intimidation, enforced disappearances, the torture, the murder as a complement to the criminalization policy of critical figures," tulis laporan yang ditujukan ke Mahkamah Pidana Internasional tersebut.

Laporan Komnas HAM

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik menyampaikan, dari laporan hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, ada pelanggaran HAM atas tewasnya enam laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab di Jalan Tol Cikampek Km 50. Namun, bukan pelanggaran HAM berat.

"Kami menyampaikan sinyalemen beredar bahwa ini dikatakan, diasumsikan sebagai pelanggaran HAM berat. Kami tidak menemukan indikasi ke arah itu," kata Taufan Damanik dalam konpers daring, Kamis, 14 Januari 2021.

Damanik menyebut, pelanggaran HAM berat memiliki indikator tertentu seperti adanya rencana terstruktur.

"Untuk disebut sebagai pelanggaran HAM berat tentu ada indikator, ada kriteria, misalnya ada satu perintah yang terstruktur, terkomando, dan lain-lain, termasuk juga indikator isi, ruangan, kejadian, dan lainnya," katanya.

Namun, dari hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM, dinyatakan tidak ada kriteria kasus tewasnya enam laskar FPI tersebut masuk dalam pelanggaran HAM berat.

"Tidak kita temukan (kasus HAM berat), karena itu memang kami berkesimpulan ini merupakan satu pelanggaran HAM karena ada nyawa yang dihilangkan," katanya. (ds/sumber Liputan6.com)

Artikel Terkait :

-