press enter to search

Rabu, 17/04/2024 04:31 WIB

Cerita WNI Terkepung Gelombang Kedua Corona di India

Redaksi | Rabu, 28/04/2021 07:02 WIB
Cerita WNI Terkepung Gelombang Kedua Corona di India Ilustrasi tes virus corona di India. (AP/Mahesh Kumar A.)

Jakarta (aksi.id)  -- Anggy Eka Pratiwi tetap nekat merantau ke India pada awal 2021 demi melanjutkan kuliah di salah satu kampus teknologi di negara bagian Rajasthan.

Padahal, mahasiswa asal Indonesia itu tahu bahwa pandemi virus Corona masih membuat situasi dan kondisi tidak menentu. Apalagi India menjadi salah satu negara dengan jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19 nomor dua tertinggi di dunia.

readyviewed Saat ini, penularan virus corona di India juga menjadi sorotan dunia. Kasus harian di negara itu terus melonjak setiap melebihi rekor Amerika Serikat, negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia.

Anggy menuturkan pertama datang ke India, ia merasa kondisi akan perlahan membaik lantaran saat itu penularan corona cenderung menurun. Dia juga merasa perlu tetap pergi ke India karena tuntutan kuliah jurusan teknik yang dia ambil tidak bisa dilakoni secara daring.

"Protokol kesehatan dari semenjak saya datang ke India di bandara itu sangat ketat. Karantina 10 hari, tes PCR sampai beberapa kali, dan kampus saya di Rajasthan, termasuk yang tertutup dan ketat aturan kesehatannya," kata Anggy saat bercerita kepada CNNIndonesia.com pada Selasa (27/4).

Akan tetapi, menginjak bulan ketiga di Rajasthan, Anggy merasa situasi kembali memburuk, terutama setelah varian baru virus corona yang disebut lebih ganas terdeteksi di India.

"Tiba-tiba ada gelombang baru penularan corona pada Maret lalu. Sejak itu, teman-teman saya di kampus banyak sekali yang satu per satu tumbang terinfeksi Covid-19. Banyak sekali yang kena, saya juga tidak tahu kenapa," ucap Anggy.

Sejak itu, Anggy menuturkan kampusnya mulai menjadi klaster baru penularan corona di Rajasthan. Padahal, Rajasthan sendiri menurutnya menjadi salah satu negara bagian di India yang paling ketat menerapkan protokol kesehatan.

Menurut Anggy, ketika pertama kali datang ke India dia dan penumpang lainnya harus mengenakan pakaian Alat Pelindung Diri lengkap dengan sarung sepatu selama penerbangan ke Rajasthan. Anggy juga melakukan tes PCR beberapa kali sebelum terbang ke negara bagian yang menjadi pusat pariwisata India tersebut.

"Mau ke Rajasthan saja seperti petugas medis di rumah sakit harus pakai APD sampai sepatu mau naik pesawat yang menuju Rajasthan juga harus pakai alas lagi," kata mahasiswi teknik Institut Teknologi India Jodhpur (IITJ) itu.

Selain itu, Anggy juga menuturkan pemerintah Rajasthan menerapkan penguncian wilayah, jam malam, hingga denda bagi warga yang tak mengindahkan protokol kesehatan seperti penggunaan masker dan menjaga jarak. Namun, ia menuturkan klaster corona di kampusnya dikabarkan terjadi akibat beberapa mahasiswa sempat mengunjungi Mumbai.

Padahal Mumbai memang menjadi tempat pertama kali varian corona baru terdeteksi.

 

Seorang WNI di Rajasthan, India membagikan pengalaman berada di tengah gelombang kedua infeksi virus corona.
Ilustrasi pasien virus corona di India. (REUTERS/AMIT DAVE)

Setelah sempat mencatat rekor kasus corona harian terendah selama Januari-Februari, Mumbai kembali mengalami lonjakan tajam infeksi Covid-19 pada minggu ketiga Maret hingga 2.000 kasus baru per hari. Sejak itu, kasus harian corona di Mumbai terus melonjak.

Kejadian serupa juga menimpa Ibu Kota New Delhi. Pada pertengahan April lalu, kasus corona harian di New Delhi bahkan mengalahkan Mumbai.

"Sejak itu banyak sekali teman saya di kampus yang kena corona, satu per satu tumbang tertular. Saya enggak tau kenapa tapi kabarnya karena beberapa orang dari Mumbai. Saat itu Mumbai dan New Delhi sudah parah, sudah ditutup juga," kata Anggy.

Anggy juga mengatakan cukup banyak rekannya sesama pelajar asal Indonesia yang tertular corona di India. Ia menuturkan salah satu temannya yang berbeda kampus tertular dari teman satu kamar asrama.

Anggy menuturkan rekannya itu mengaku bahwa dia merasa tidak enak badan hingga kehilangan indra penciuman setelah salah satu teman sekamarnya mengidap flu berkepanjangan. Namun, rekan sekamarnya itu menolak memeriksakan diri ke dokter.

"Kami lalu meminta dia periksakan diri ke dokter, ternyata positif corona dan segera dikarantina oleh pemerintah daerah distriknya tersebut," kata Anggy.

Menurut Anggy, selain karena varian corona baru, tingkat ketaatan warga India terhadap protokol kesehatan juga mempengaruhi lonjakan penularan corona di negara Asia Selatan itu. Tak sedikit mahasiwa di kampusnya yang kurang menaati aturan protokol kesehatan seperti berkerumun dan tidak mengenakan masker saat melakukan aktivitas perkuliahan.

Meski begitu, sejak mahasiswa banyak yang tertular corona, Anggy menuturkan kampusnya kembali melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring. Ia menyebutkan tidak ada dosen yang datang ke kampus dan kegiatan perkuliahan juga ditutup hingga 2 Mei mendatang.

Anggy merasa ketaatan warga India terhadap protokol kesehatan memang lebih buruk dari warga Indonesia.

"Kalau di Jakarta kan cenderung kita was-was. Di kendaraan umum seperti KRL juga bisa dilihat hampir semuanya menggunakan masker. Kalau di India itu dalam satu bus saja hanya beberapa yang pakai masker, sebagian lainnya tidak," kata Anggy.

Selain itu lonjakan infeksi corona di India juga terjadi akibat upacara adat yang berlangsung sekitar akhir Maret lalu. Lebih dari seribu orang di India dinyatakan positif Covid-19 setelah perayaan ritual mandi di sungai alias Kumbh Mela.

Pemerintah setempat menuturkan Kumb Mela menjadi salah satu penyumbang terbanyak kasus positif Covid-19 di India saat ini.  (ny/Sumber: CNNIndonesia)