AirNav Indonesia Luncurkan Sistem Pemanduan Pesawat Berbasis Surveillance di Papua

JAYAPURA (Aksi.id) - Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (AirNav Indonesia) resmi meluncurkan sistem pelayanan pemanduan pesawat udara berbasis surveillance di wilayah ruang udara Papua.
Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan, kapasitas, dan efisiensi layanan penerbangan di kawasan tersebut.
Peluncuran sistem baru ini merupakan bagian dari implementasi Roadmap Operasi 2022–2026 AirNav Indonesia, yang sejalan dengan Rencana Investasi Jangka Panjang (RIJP) perusahaan serta mendukung realisasi Global Air Navigation Plan (GANP) yang diinisiasi oleh ICAO. Salah satu inisiatif utama dalam RIJP tersebut adalah peningkatan pelayanan surveillance pada ruang udara lapis bawah (lower airspace).
Direktur Operasi AirNav Indonesia, Setio Anggoro, menjelaskan bahwa peningkatan pelayanan ini bertujuan menciptakan ruang udara nasional yang seamless dengan menyeragamkan pelayanan dari pendekatan prosedural (non-surveillance) menjadi berbasis surveillance yang didukung oleh penerapan teknologi sesuai kebutuhan.
"Dampak yang ingin kita capai adalah meningkatnya kualitas keselamatan, kapasitas, dan efisiensi layanan penerbangan, khususnya pada ruang udara Biak, Sorong, dan Timika, yang kini dikelola secara terpusat oleh Jayapura APP," ujar Setio Anggoro dikutip Sabtu (17/5/2025).
Acara peresmian yang digelar di Kantor AirNav Indonesia Cabang Sentani, Jayapura, turut dihadiri oleh Bupati Jayapura Yunus Wonda, Direktur Navigasi Penerbangan Kementerian Perhubungan Syamsu Rizal, pejabat Otoritas Bandar Udara Wilayah IX dan X Papua, serta Komandan Pangkalan Udara TNI AU Silas Papare Marsekal Madya TNI Mokh Mukhson.
Dengan peluncuran sistem ini, AirNav Indonesia berharap dapat meningkatkan kualitas pelayanan pemanduan pesawat di wilayah Papua, yang memiliki tantangan geografis tersendiri, serta mendukung pertumbuhan sektor penerbangan nasional secara keseluruhan.
”Ini adalah bentuk komitmen kami untuk menghadirkan pelayanan navigasi penerbangan yang andal, modern, dan memenuhi standar keselamatan penerbangan, sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012,” ungkapnya.
Menurutnya, melalui pengimplementasian pelayanan surveillance tersebut, sedikitnya ada lima perubahan signifikan yang diharapkan akan diperoleh. Pertama adalah terjadinya peningkatan akurasi dalam proses pemanduan yang berdampak terhadap peningkatan kualitas keselamatan penerbangan. Karena melalui pelayanan berbasis surveillance memungkinkan pengawasan langsung terhadap posisi pesawat melalui radar atau ADS-B secara real-time, sehingga meningkatkan akurasi dalam pemantauan dan menjaga tingkat keselamatan penerbangan. Dampak kedua adalah terjadinya efisiensi pengelolaan lalu lintas udara.
”Karena dengan data yang tersedia secara langsung, petugas pengendali lalu lintas udara atau Air Traffic Controller (ATC) dapat mengelola pergerakan pesawat secara lebih dinamis dan responsif, baik dalam pengaturan jalur, ketinggian, maupun kecepatan pesawat,” jelasnya.
Kemudian dampak lain yang diharapkan adalah tereduksinya waktu dan biaya operasional penerbangan bagi maskapai. Kondisi tersebut sebagai akibat dari pengurangan waktu tunggu dan manuver holding, pesawat dapat mencapai tujuan lebih cepat, menghemat bahan bakar, dan mengurangi beban operasional maskapai.
”Dampak lain adalah respons terhadap kondisi darurat yang lebih baik. ATC dapat segera mengambil tindakan mitigasi atau pencegahan karena memiliki data posisi pesawat yang akurat dan terkini,” imbuhnya.
Tak kalah penting, menurut Setio Anggoro, peningkatan pelayanan tersebut juga sejatinya akan mengoptimalisasikan kapasitas ruang udara. Hal itu karena pelayanan berbasis surveillance memungkinkan ATC untuk memberikan separasi antar pesawat berbasis jarak, misalnya 5 NM atau sekitar 2–3 menit.
”Sedangkan melalui pemanduan non-surveillance, dibutuhkan separasi waktu antara 10–15 menit. Ini berarti akan lebih banyak pesawat yang dapat dilayani di ruang udara yang sama. Ini sebuah kemajuan yang sangat penting untuk mengantisipasi pertumbuhan lalu lintas udara di masa mendatang,” tegas dia.
Peralihan pelayanan penerbangan di wilayah udara Papua, dari pendekatan non-surveillance menjadi surveillance ini, merupakan langkah besar dalam mewujudkan ruang udara Indonesia yang terintegrasi, efisien, dan aman. Khususnya di wilayah timur Indonesia yang memiliki peran strategis dalam konektivitas nasional.
”Inisiatif ini tidak hanya mencerminkan peningkatan teknologi dan kapabilitas operasional kami, tetapi juga menjadi bentuk nyata komitmen AirNav Indonesia dalam mendukung pengembangan ekonomi dan pariwisata di Papua dan sekitarnya,” pungkas Setio. (fhm)
Artikel Terkait :
Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Lagi, KAI Commuter Operasikan Dua Rangkaian KRL Baru CLI-125 Pada Lintas Bogor dan Cikarang Pada Akhir Pekan Ini
- Kapolres Kepulauan Seribu Gelar Jumat Curhat di Pulau Untung Jawa, Warga Diajak Aktif Jaga Kamtibmas
- Kecelakaan Beruntun Libatkan Truk, Mobil Pickup dan Pribadi di Bulak Kapal, Bekasi Timur
- Menhub dan Kakorlantas Bahas ODOL dan Tetapkan 19 September sebagai Hari Keselamatan Jalan
- Satlantas Polsek Rawalumbu Imbau Pengendara Tak Lawan Arus ke Apartemen Grand Dhika City
- Zero ODOL 2025: Satlantas Bekasi Kota Edukasi Bahaya ODOL ke Pengemudi dan Manajemen Perusahaan
- Satlantas Bekasi Sosialisasi Zero ODOL di PT Manggala Kiat Ananda: Siap Hadapi Operasi Patuh 2025
- Polsek Rawalumbu Tampil Solid di Turnamen Futsal Kapolres Metro Bekasi Kota Cup 2025 Sambut HUT ke-79 Bhayangkara
- Dalam Waktu 2 X 24 Jam Polda Bali Berhasil Bekuk 3 Pelaku Penembakan WNA Australia
- Kapolri Tinjau SPPG Polda Bali, Pastikan Dukung Program MBG Pemerintah
