Viral, Wanita Alami Pelecehan Seksual di Lampu Merah Bekasi

BEKASI (aksi.id) – Seorang perempuan yang mengendarai sepeda motor mengaku mengalami pelecehan seksual saat berada di lampu merah Revo Town (Bekasi Square), Selasa, 3 September 2019. Kisah perempuan yang dibagikan di media sosial Twitter itu viral.
Dalam posting-an yang dibagikan @indahsutet_, temannya yang memakai pakaian tertutup menjadi sasaran pelecehan seksual dari pria pengendara motor yang berada di sampingnya. Saat itu, temannya Nae memakai busana jilbab, jaket, masker, sarung tangan, dan kaus kaki.
Pria itu menggunakan handphone seolah sedang menelepon seseorang. Pria itu kemudian membicarakan mengenai organ intim wanita dengan suara yang kencang. Karena terganggu, perempuan itu pun berusaha menghindar dari pemotor tersebut.
"Nae cari aman nyempil2 mobil supaya bisa pindah dari barisan kiri ke kanan ternyata dia ngikutin," tulis @indahsutet_, seperti dikutip Okezone, Jumat (6/9/2019).
Merasa terganggu, perempuan itu kemudian mengambil handphone-nya untuk merekam tingkah si pria tersebut. Posting-an mengenai pelecehan seksual ini pun kemudian viral.
Terkait hal ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bekasi menyayangkan kasus pelecehan seksual tersebut. KPAID menyebutkan tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di ruang publik, akhir-akhir semakin marak terjadi.
Kekerasan secara psikis maupun fisik, bisa terjadi dimanapun dan kapanpun, seperti halnya yang dialami korban di lampu merah. KPAID mengimbau korban mau melapor ke pihak berwajib untuk mencegah pelaku melakukan hal serupa kepada korban lain.
"Untuk korban diharapkan melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwajib, supaya segera tertangani. Banyak kejadian (pelecehan seksual-red), namun dalam proses hukumnya kerap tidak bisa dilanjutkan, akibat si korban tidak mau melaporkan ke pihak berwenang," kata Ketua KPAID Kota Bekasi, Aris Setiawan kepada Okezone, Jumat (6/9/2019).
Aris mengimbau netizen tidak serta-merta memviralkan kasus yang menimpa korban. Karena hal tersebut secara tidak langsung akan berdampak pada kemunculan pelaku-pelaku lain, yang dengan nekat melakukan pelecehan di ruang publik.
"Selain itu pula dikhawatirkan perempuan dan anak takut berada di ruang publik, padahal ruang publik sedianya diperuntukkan bagi masyarakat. Bayangan dan ketakutan akan terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual akan membatasi akses dan ruang gerak perempuan dan anak di ruang publik," tuturnya.
Aris menjelaskan, bentuk pelecehan di ruang publik yang sering terjadi, di antaranya pelecehan secara verbal, seperti memberi komentar, siulan, atau seruan yang bernada melecehkan. Sementara pelecehan nonverbal berupa tindakan yang lebih berani layaknya menyentuh, meraba, penyerangan seksual, menguntit, pemerkosaan, sampai menunjukkan alat kelamin.
Adapun beberapa faktor penyebab pelecehan seksual di ruang publik menurut Aris, di antaranya infrastruktur dan transportasi publik yang kurang memadai dalam segi keamanan dan kenyamanan. Misalnya, kurang dilengkapi CCTV, penerangan dan lainnya. Kemudian perilaku dan norma sosial yang sering disalahartikan. Kekerasan dianggap sebagai suatu yang lazim dan dapat diterima secara sosial.
"Lalu minimnya respons dari pihak lain di lingkungan sekitar kejadian yang menyaksikan tindakan kekerasan. Seharusnya jika rasa sosialnya terbangun, maka dapat berteriak atau meminta bantuan," katanya.
Faktor lainnya, lanjut Aris, pengalaman kekerasan, yaitu pernah menyaksikan, menonton, atau bahkan mengalami kekerasan sebelumnya saat kanak-kanak. Terakhir adalah mindset masyarakat yang kerap menyalahkan korban pelecehan seksual, seperti cara berpakaian. Pandangan yang salah ini diakui semakin menyudutkan korban pelecehan seksual.
"Kami mengimbau kepada perempuan dan anak untuk tidak takut berada di ruang publik, seperti jalan, trotoar, taman, pusat perbelanjaan. Jangan takut untuk melapor, dan harus berani bersuara (teriak atau meminta bantuan-red) kepada orang sekitar. Apabila diam saja, maka pelaku semakin merajalela dan ditakutkan perlakuan tersebut menimpa perempuan dan anak lainnya," ucapnya.
Pihaknya juga meminta penanganan serius dari kepolisian bersama pemerintah daerah, untuk menciptakan ruang publik yang aman dan nyaman khususnya bagi kaum perempuan dan anak.
"Misalnya penerangan yang cukup serta ketersediaan CCTV yang memadai, termasuk petugas keamanan di ruang publik. Sehingga perempuan dan anak di Kota Bekasi dapat terhindar dari kasus kejahatan seksual di ruang publik," ucap Aris.
"Kami juga berharap korban mau melapor ke KPAID Kota Bekasi (untuk usia 0-18 tahun) atau P2TP2A Kota Bekasi (untuk perempuan dewasa). Selain berkoordinasi dengan pihak terkait, kita juga akan memberikan bantuan konseling dan pemulihan mental kepada korban, sampai trauma bisa dipulihkan," tuturnya.(lia/sumber:okezone)
Artikel Terkait :
Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Hijaukan Pesisir Timur Jawa, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove
- Wujudkan Pertumbuhan Inklusif, KAI Logistik Dorong Ekonomi Kerakyatan dalam Ekosistem Logistik
- KAI Services Bahas Kolaborasi Strategis Penguatan Layanan dengan Dinas Kebudayaan Yogyakarta
- Operasi Patuh 2025: Fokus Edukasi dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas
- Polda Metro Jaya evakuasi 254 Warga Kebon Pala yang mengalami musibah Banjir
- Ribuan Biker Ramaikan Bhayangkara Scooter Days di Jakarta, Kapolda: Ini Wadah Kampanye Safety Riding
- Polisi Baik Polsek Kepulauan Seribu Utara Bantu Penumpang Turun Kapal, Cegah Sajam dan Narkoba Masuk Dermaga
- PT Patra Drilling Contractor Gelar Culture Day Vol. 1, Wujudkan Lingkungan Kerja Sehat dan Kolaboratif
- Patroli Satpolairud Polres Kepulauan Seribu Antisipasi Perompak, Himbau Gunakan Life Jacket dan Waspada Cuaca Buruk
- Mantap, Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok Raih Penghargaan Bergengsi dalam Rakernis Perencanaan Polda Metro Jaya 2025
