press enter to search

Minggu, 13/07/2025 14:01 WIB

Sewa di Pusat Kuliner RTH Ahok Disebut Rp64 Juta Per Meter

Redaksi | Kamis, 06/02/2020 09:26 WIB
Sewa di Pusat Kuliner RTH Ahok Disebut Rp64 Juta Per Meter Proyek di RTH Muara Karang.

JAKARTA (Aksi.id) - Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta bersikukuh menolak pembangunan pusat kuliner di ruang terbuka hijau (RTH) kawasan Muara Karang, yang pembebasan lahannya dikerjakan era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Pembangunan pusat kuliner itu, dinilai hanya menguntungkan swasta.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI, Gembong Warsono mengatakan, berdasarkan informasi yang diperolehnya, harga sewa kios di pusat nantinya mencapai Rp64 juta per meter persegi. Belum ada tanggapan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pernyataan Gembong.

"Apakah UMKM mampu membayar Rp64 juta? Itu dikerjasamakan selama 20 tahun dan bagi hasilnya luar biasa, 85 persen ke pihak swasta dan 15 persen pihak Jakpro," kata Gembong di DPRD DKI Jakarta, Rabu (5/2).

"Itu kan sama aja kayak dia (swasta) dikasih (lahan). Gue (DKI) nonton saja." Gembong menambahkan.

Proyek pusat kuliner Muara Karang dikembangkan oleh PT Jakarta Utilitas Propertindo (JUP). Anak perusahaan Jakarta Propertindo itu mengklaim sudah mendapat izin.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, nantinya pengelolaan akan diserahkan ke pihak swasta, yakni PT Prada Dhika Niaga (PDN). Bagi hasil antara swasta dan JUP, 85 persen untuk swasta dan 15 persen untuk PT JUP.

Gembong juga mengkritik keberadaan PT JUP. Menurut Gembong, tak punya hak untuk melakukan kerjasama atau menyewakan lahan ke pihak ketiga.

"Ini soal pemanfaatan aset Pemprov, yang boleh memberikan ke pihak ketiga kan bukan PT JUP. Saya (DPRD DKI) enggak kenal PT JUP. Karena kita kasih PMD (penyertaan modal) untuk pengembangan PT Jakpro," kata dia.

Tanah RTH Muara Karang awalnya dimiliki oleh Pemprov DKI diserahkan ke PT Jakarta Propertindo. Oleh Jakpro, tanggung jawab kawasan itu diberikan tanggung jawab ke PT JUP.

Pembangunan proyek di RTH Muara Karang sudah dimulai sejak 2018, sempat terhenti karena diprotes DPRD DKI. Pihak pengembang pun kembali mengurus dan melengkapi administrasi kepada PTSP Jakarta.

Beberapa waktu lalu pembangunan kembali dilanjutkan. Belakangan PT JUP menyatakan hanya mengelola 11 persen dari total kawasan seluas 2,3 hektare. (ds/sumber CNNIndonesia.com)