Sri Mulyani Perpanjang Insentif Perpajakan 2021

Jakarta (aksi.id) - Pemerintah memutuskan untuk meneruskan berbagai insentif perpajakan dalam rangka menjaga iklim investasi yang kondusif. Kebijakan tersebut tertuang di dalam Kebijakan Terpadu yang dibentuk oleh Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan Kebijakan Terpadu tersebut telah dibentuk melalui serangkaian focus group discussion (FGD) dengan 25 asosiasi yang mewakili 20 sektor usaha yang dilanjutkan menjadi tujuan dan pertimbangan utama dalam merumuskan paket Kebijakan Terpadu tersebut.
"Dalam rangka menjaga momentum penguatan ekonomi, perhatian yang lebih besar pada dunia usaha menjadi penting, paralel dengan program vaksinasi yang sedang berjalan. Sektor usaha diharapkan menjadi motor penggerak utama percepatan pemulihan ekonomi," jelas Sri Mulyani yang juga merupakan Ketua KSSK, Senin (1/2/2021).
Oleh karena itu, kata Sri Mulyani memutuskan melanjutkan kebijakan insentif fiskal. Terdiri dari belanja perpajakan atau tax expenditure yang merupakan penerimaan perpajakan yang tidak dikumpulkan atau forgone revenue, sebagai akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum.
Selain belanja perpajakan, pemerintah juga melanjutkan berbagai insentif perpajakan untuk mendorong daya beli masyarakat, memenuhi kebutuhan impor bahan baku produksi, dan membantu arus kas perusahaan.
Kebijakan insentif perpajakan ini akan diberikan di dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
"Yakni keringanan PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), pembebasan dari pemungutan PPh 22 impor, dan keringanan angsuran pajak PPh 25," ujar Sri Mulyani.
Dimana ketentuannya adalah PPh Pasal 21 DTP untuk pegawai dengan penghasilan bruto di bawah Rp 200 juta per tahun sesuai klasifikasi.
Fasilitas perpajakan lainnya adalah perpanjangan atas insentif PPh Final Jasa Konstruksi DTP atas P3-TGAI (Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi) dan insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP) serta percepatan restitusi PPN.
Insentif fiskal juga akan diberikan dalam rangka pemanfaatan fasilitas Kawasan Berikat (KB) dan pada Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Insentif yang akan diterapkan pada KB, KITE, dan KEK yakni di antaranya penangguhan/ pembebasan/ pengembalian Bea Masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM dan pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Serta diberikan fasilitas pembebasan cukai. Targetnya yakni korporasi, UMKM, investor, dan pemerintah daerah (Pemda).
Sri Mulyani mencatat, besaran belanja perpajakan selalu meningkat dari tahun ke tahun, yakni Rp 196,8 triliun pada 2017, Rp 225,2 triliun pada 2018, dan Rp 257,2 triliun pada 2019.
(lia/sumber:cnbcindonesia.com)
Artikel Terkait :
Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Jadikan Pekerja Tangguh, KAI Services Gelar Seminar Kesehatan Mental
- Visa dan MITJ Luncurkan Pembayaran Contactless di Commuter Line Basoetta
- KAI Logistik Yogyakarta : Penghubung Dinamis Antara Wisata, Pendidikan, dan Ekonomi Kreatif
- Atasi ODOL, Pemerintah Tekankan Solusi Bersama Demi Keselamatan di Jalan
- Rayakan Masa Liburan Sekolah Bersama Kids Fun Menu Persembahan Kuliner Kereta
- Polsek Bantargebang Tunjukkan Aksi Bela Diri Terbaik Dalam kejuaraan Kapolres Metro Bekasi Kota Cup
- Robot Humanoid hingga Robot Dog, Polri Tampilkan Inovasi Teknologi Jelang Hari Bhayangkara
- Anak Aniaya Ibu Kandung Gegara Gagal Pinjam Motor, Terancam 5 Tahun Penjara
- Insiden KRL dan Truk di Tangerang: KAI Imbau Masyarakat Lebih Tertib di Perlintasan Sebidang
- Pendangkalan Laut di Pulau Baai Isolasi Akses ke Pulau Enggano, Polda Bengkulu Kerahkan Upaya Maksimal
