Salat Sambil Gendong Anak yang Pakai Popok

JAKARTA (Aksi.id) - Orang yang salat dalam kondisi menggendong anak yang mamakai popok, di mana di dalam popok tersebut terdapat najis (air kencing atau tinja), maka salatnya tidak sah dan harus diulang dari awal.
Hal ini berlaku secara mutlak, baik pengetahuan terhadap keberadaan najis itu sebelum salat lalu lupa, atau di tengah salat, atau sesudah salat selesai. Pendapat ini merupakan pendapat baru Imam Syafi’i dan merupakan pendapat yang muktamad (resmi) dalam mazhab Syafi’i.
Imam An-Nawawi (w.676 H) rahimahullah berkata :
أَمَّا إذَا حَمَلَ قَارُورَةً مُصَمَّمَةَ الرَّأْسِ بِرَصَاصٍ أَوْ نَحْوِهِ وَفِيهَا نَجَاسَةٌ فَلَا تَصِحُّ صَلَاتُهُ عَلَى الصَّحِيحِ
“Adapun apabila seorang membawa botol yang kepala (botolnya) disumbat dengan peluru atau yang semisalnya (yang tidak rembes) dan di dalamnya terdapat najis, maka salatnya tidak sah menurut pendapat yang sahih (benar).” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab : 3/150).
Di halaman yang lain, beliau juga menyatakan :
فِي مَذَاهِبِ الْعُلَمَاءِ فِيمَنْ صَلَّى بِنَجَاسَةٍ نَسِيَهَا أَوْ جَهِلَهَا: ذَكَرْنَا أَنَّ الْأَصَحَّ فِي مَذْهَبِنَا وُجُوبُ الْإِعَادَةِ وَبِهِ قَالَ أَبُو قِلَابَةَ وَأَحْمَدُ
“Pendapat-pendapat para ulama tentang seorang yang shalat dalam kondisi lupa atau tidak tahu kalau membawa najis. Telah kami sebutkan, sesungguhnya yang lebih sahih (lebih benar) di dalam mazhab kami (mazhab Syafi’i) diwajibkan untuk mengulanginya. Imam Abu Qilabah dan Ahmad berpendapat dengannya.” (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab : 3/153).
Dalam kitab Minhaj Ath-Thalibin beliau rahmahullah menyatakan :
وَلَوْ صَلَّى بِنَجَسٍ لَمْ يَعْلَمْهُ وَجَبَ القَضَاءُ فِيْ الْجَدِيْدِ وَإِنْ عَلِمَ ثُمَّ نَسِيَ وَجَبَ القَضَاءُ عَلَى الْمَذْهَبِ
“Seandainya seorang salat dengan membawa najis yang tidak dia ketahui, maka wajib mengqadha (menggantinya) di dalam pendapat yang baru (imam Syafi’i). Dan jika (sebelumnya) tahu lalu lupa, wajib mengadhanya juga menurut mazhab (Syafi’i).” (Minhaj Ath-Athalibin, hlm. 32).
Mereka beralasan, bahwa suci dari najis itu termasuk thaharah (bersuci) yang sifatnya wajib, maka tidak bisa gugur dengan ketidaktahuan dan lupa. Hal ini sebagaimana seorang yang telah selesai dari salat, tapi lupa belum wudhu, maka wajib mengulang salatnya.
Selain itu, membersihkan diri dari najis termasuk syarat sahnya ibadah salat. Sedangkan khithab syarat (percakapan/redaksi syarat) termasuk khithab wadhi (percakapan yang sifatnya peletakkan), tidak terpengaruh adanya ketidaktahuan sebagaimana bersuci dari hadats.(simak : Nihayah Muhtaj : 2/34, Tuhfah Al-Muhtaj : 2/136).
Ada sebagian ulama Syafi’iyyah yang berpendapat, apabila seorang mengetahui bahwa dia membawa najis setelah selesai salat, maka salatnya sah dan tidak perlu diulang. (ds/sumber Islampos.com)
Artikel Terkait :
-Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Hijaukan Pesisir Timur Jawa, KAI Logistik Tanam 2.000 Mangrove
- Wujudkan Pertumbuhan Inklusif, KAI Logistik Dorong Ekonomi Kerakyatan dalam Ekosistem Logistik
- KAI Services Bahas Kolaborasi Strategis Penguatan Layanan dengan Dinas Kebudayaan Yogyakarta
- Operasi Patuh 2025: Fokus Edukasi dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas
- Polda Metro Jaya evakuasi 254 Warga Kebon Pala yang mengalami musibah Banjir
- Ribuan Biker Ramaikan Bhayangkara Scooter Days di Jakarta, Kapolda: Ini Wadah Kampanye Safety Riding
- Polisi Baik Polsek Kepulauan Seribu Utara Bantu Penumpang Turun Kapal, Cegah Sajam dan Narkoba Masuk Dermaga
- PT Patra Drilling Contractor Gelar Culture Day Vol. 1, Wujudkan Lingkungan Kerja Sehat dan Kolaboratif
- Patroli Satpolairud Polres Kepulauan Seribu Antisipasi Perompak, Himbau Gunakan Life Jacket dan Waspada Cuaca Buruk
- Mantap, Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok Raih Penghargaan Bergengsi dalam Rakernis Perencanaan Polda Metro Jaya 2025
