press enter to search

Jum'at, 26/04/2024 12:05 WIB

Gerakan Muhammadiyah Mendorong Poliitik Mencerahkan di Tanah Air

Helmi | Minggu, 17/02/2019 17:52 WIB
Gerakan Muhammadiyah Mendorong Poliitik Mencerahkan di Tanah Air

BENGKULU (BeritaTrans.com) - Politik sebagai urusan muamalah. Memperjuangkan kekuasaan, menduduki pemerintahan, dan setelah itu bagaimana negara diurus. Ini nilai luhur. Bahkan Muhammadiyah berpandangan poilitik itu sebagai muamalah yang baik sebagaimana urusan ibadah, akidah, dan akhlak.

 

"Karena itu politik tidak boleh dibiarkan lepas. Kalau politik dibiarkan lepas, kata Machiavelli segala cara digunakan untuk neraih tujuan. Supaya tidak lepas ajari aktor politik nilai nilai baik benar pantas tidak pantas," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir dalam diskusi dengan media di sela-sela Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu, Minggu.

Menurut Haedar, keluhuran nilai politik itu sering disumirkan oleh pelaku politik. Demi kepentingan menyelamatkan bangsa, walaupun sesungguhnya untuk kepentngan kelompok. Hingga terjadilah ransaksi kepentingan.  Wilayah politik dibuat abu-abu. 

"Muhammadiyah dengan agama yang mencerahkan mendorong pada  apa yang disebut politik yang mencerahkan. Politik yang membawa nilai-nilai moral, etika," jelas Haedar.

Oleh karenanya, politisi yang baik tentunya belajar  bahwa politik bukan tentang power struggle meraih kekuasaan semata, tetapi politik juga tentang apa itu public good, kebajikan untuk orang banyak, ada yang menyebut fatsun, tatakrama atau etika politik.

"Di nalar elit politik dan warga bangsa boleh jadi fatsun, nilai nilai public good tidak masuk dalam berpolitik. Akibatnya ada politisi minim pemahamannya tentang nilai-nilai etika pilitik dan politik untuk kebajikan orang banyak," papar Haedar. 

“Maka Muhammadiyah perlu menghadirkan nilai-nilai agama yang mencerahkan yang berkaitan dengan politik”, tandas Haedar.

Di Tingkat Praktis, Politik Erat dengan Agama

Sebagaimana ekonomi, papar Haedar,  pada tingkat praktis politik erat kaitannya dengan agama, meski di negara sekuler sekalipun. Agama adalah fitrah, nilai abadi yang hidup dalam jiwa manusia. Di dalam seorang yang menyebut dirinya atheis sekalipun ada kepercayaan terhadap sesuat yang gaib, supra natural.   

Politik secara original juga bersentuhan dengan agama, memasukkannya pada perjuangan politik.  Tetapi ketika agama yang dibawanya itu ekstrem, buah politiknya juga ekstrem.

 

"Ketika agama yang disadarinya itu eksklusif, maka politiknya pun eksklusif. Akibatnya  umat beragama menjadikan agama sebagai instrumen politik yang ekstrem dan keras sebagaimana paham agamanya," tegas Haedar.(helmi)

Keyword

Artikel Terkait :

-