Gerakan Muhammadiyah Mendorong Poliitik Mencerahkan di Tanah Air
BENGKULU (BeritaTrans.com) - Politik sebagai urusan muamalah. Memperjuangkan kekuasaan, menduduki pemerintahan, dan setelah itu bagaimana negara diurus. Ini nilai luhur. Bahkan Muhammadiyah berpandangan poilitik itu sebagai muamalah yang baik sebagaimana urusan ibadah, akidah, dan akhlak.
"Karena itu politik tidak boleh dibiarkan lepas. Kalau politik dibiarkan lepas, kata Machiavelli segala cara digunakan untuk neraih tujuan. Supaya tidak lepas ajari aktor politik nilai nilai baik benar pantas tidak pantas," kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir dalam diskusi dengan media di sela-sela Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu, Minggu.
Menurut Haedar, keluhuran nilai politik itu sering disumirkan oleh pelaku politik. Demi kepentingan menyelamatkan bangsa, walaupun sesungguhnya untuk kepentngan kelompok. Hingga terjadilah ransaksi kepentingan. Wilayah politik dibuat abu-abu.
"Muhammadiyah dengan agama yang mencerahkan mendorong pada apa yang disebut politik yang mencerahkan. Politik yang membawa nilai-nilai moral, etika," jelas Haedar.
Oleh karenanya, politisi yang baik tentunya belajar bahwa politik bukan tentang power struggle meraih kekuasaan semata, tetapi politik juga tentang apa itu public good, kebajikan untuk orang banyak, ada yang menyebut fatsun, tatakrama atau etika politik.
"Di nalar elit politik dan warga bangsa boleh jadi fatsun, nilai nilai public good tidak masuk dalam berpolitik. Akibatnya ada politisi minim pemahamannya tentang nilai-nilai etika pilitik dan politik untuk kebajikan orang banyak," papar Haedar.
“Maka Muhammadiyah perlu menghadirkan nilai-nilai agama yang mencerahkan yang berkaitan dengan politik”, tandas Haedar.
Di Tingkat Praktis, Politik Erat dengan Agama
Sebagaimana ekonomi, papar Haedar, pada tingkat praktis politik erat kaitannya dengan agama, meski di negara sekuler sekalipun. Agama adalah fitrah, nilai abadi yang hidup dalam jiwa manusia. Di dalam seorang yang menyebut dirinya atheis sekalipun ada kepercayaan terhadap sesuat yang gaib, supra natural.
Politik secara original juga bersentuhan dengan agama, memasukkannya pada perjuangan politik. Tetapi ketika agama yang dibawanya itu ekstrem, buah politiknya juga ekstrem.
"Ketika agama yang disadarinya itu eksklusif, maka politiknya pun eksklusif. Akibatnya umat beragama menjadikan agama sebagai instrumen politik yang ekstrem dan keras sebagaimana paham agamanya," tegas Haedar.(helmi)
Artikel Terkait :
-Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Kurangi Angka Korban Kecelakaan Lalu Lintas, Jasa Raharja Bandung Gelar Program PPKL di SMAN 18
- Jumlah Santunan Menurun, Dirut Jasa Raharja Ungkap Efektivitas Program Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Periode Mudik 2024
- Polisi Siagakan 7784 Personel Amankan Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK
- Usai Libur Lebaran, KAI Commuter Layani Lebih 954 Ribu Pengguna Tiap Harinya Pengguna Harian Kembali Mendominasi
- Korlantas Polri Gelar Halal Bihalal Pererat Tali Silaturahmi Personel
- Direktur Utama Jasa Raharja Turut Serta dalam Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menteri Perhubungan
- Aksi Peduli Lingkungan, Petugas Dishub Kota Bekasi Bersama Siswa Strada Budi Luhur Tanam Pohon di Terminal
- Polisi Ringkus Pelaku Begal Sepeda Motor dan HP di Jatiasih
- Jasa Raharja Hadiri Rekonsiliasi Data Tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor Plat Merah di Wilayah Priangan Timur
- Rapat FKLL di Polres Gorontalo Utara Evaluasi Pelaksanaan Pam Lebaran 2024