press enter to search

Sabtu, 27/04/2024 11:20 WIB

ICW: 53 Koruptor Buron ke Luar Negeri, Sebagian Besar Perampok Rp138 Triliun Dana BLBI

| Jum'at, 15/02/2019 05:55 WIB
ICW: 53 Koruptor Buron ke Luar Negeri, Sebagian Besar Perampok Rp138 Triliun Dana BLBI Perampok dana BLBI

JAKARTA (aksi.id) - Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkap bahwa ada 53 pelaku tindak pidana korupsi yang kabur ke luar negeri. Yang terbanyak merupakan pihak yang terjerat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Penegak hukum pun dinilai belum memprioritaskan untuk mengejar aset para koruptor itu. Padahal, itu adalah kunci untuk memberi efek jera kepada para koruptor.

Koordinator ICW Adnan Topan Husodo menduga 53 orang ini membawa asetnya ke luar negeri. Hal ini lah yang menurutnya menjadi cara bagi para koruptor melakukan pencucian uang.

"Mereka yang kabur rata-rata terlibat kasus BLBI, tentunya kemungkinan membawa serta aset ke luar negeri sangat besar," ujar Adnan melalui pesan singkat pada Kamis (14/2).

Untuk memberikan efek jera pada pelaku tindak pidana korupsi, kata dia, harus dilakukan pemiskinan koruptor dengan cara pemulihan aset atauasset recovery.

Jika aset tidak segera diusut, kata dia, hal ini akan membuat koruptor nyaman meski akan tertangkap nantinya.

Salah satu buronan kasus BLBI yang sudah ditangkap aparat, Samadikun Hartono.Salah satu buronan kasus BLBI yang sudah ditangkap aparat, Samadikun Hartono. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

"Ketika poses men-tracing aset tidak dilakukan atau lama pelaku korupsi itu nyaman," kata Adnan di kantor ICW, Jakarta Selatan,Kamis (14/2).

Adnan menyebut ada tiga faktor yang mempengaruhi kurangnya penerapanasset recovery terhadap pelaku korupsi di Indonesia. Yakni, pertama, mentalitas; kedua, perspektif penegak hukum yang fokus pada pelaku tindak pidana korupsi.

Menurutnya, penegak hukum tidak memprioritaskan pada aset pelaku hingga melewatkan hal-hal penting yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang.

"Masih follow the suspect, jadi yang penting orangnya ditangkap dulu, perkara asetnya disembunyikan, di jual segala macam itu prioritas berikutnya," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, penegakan hukum yang yang masih melakukan pendekatan konvensional. Adnan mengatakan tim asset tracing tidak diprioritaskan. Hal itu dibuktikan dengan pengecekan yang dilakukannya sendiri ke beberapa kepolisian dan kejaksaan di daerah. Namun ia tidak menemukan adanya tim asset tracing.

Faktor ketiga, ungkapnya, penegak hukum tidak ingin melakukan pengusutan aset karena terkendala dengan kerumitan prosedur.

ICW: Aparat Belum Prioritaskan Kejar Aset 53 Koruptor BuronFoto: CNN Indonesia/Fajrian

"Penegak hukum itu penyidiknya tidak mau saja, karena ini dianggap sesuatu yang lebih rumit dibandingkan dengan mengejar pelaku. Karena kan harus mengidentifikasi rekening aset dan sebagainya," jelas dia.

Diketahui, kerugian negara yang disebabkan oleh 53 orang yang kabur ke luar negeri itu mencapai Rp284 triliun namun yang baru dikembalikan sejumlah Rp546 miliar. 

Adnan memaparkan terdapat 40 orang yang masih buron dari 53 pelaku tersebut; satu orang telah menyerahkan diri; dan 12 orang sudah tertangkap. 

Negara yang menjadi tempat persembunyian pun beragam. Diketahui Singapura menjadi tempat favorit para buronan kasus korupsi itu.

"Dimana saja, mereka ada yang ke Amerika Serikat, Belanda, Australia, Hongkong, dan yang paling banyak ke Singapura 18 orang dan yang tidak diketahui dimana negaranya itu ada 10 orang," tutup dia.

RAMPOK RP138 TRILIUN

Korupsi bantuan likuiditas Bang Indonesia (BLBI) merupakan kasus klasik yang telah berjalan hampir 20 tahun. BLBI sebagai bentuk skema bantuan terhadap bank-bank di Indonesia yang menghadapi krisis moneter pada 1998 silam.

Sebesar Rp 147,7 triliun digelontorkan untuk 48 bank di sejumlah daerah. Namun, dalam penyaluran dana segar untuk menyelamatkan krisis itu, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan kejanggalan. Akibatnya negara merugi Rp 138 triliun.

Seiring berjalannya waktu, penegak hukum mampu mengungkap siapa saja dalang di balik kasus mega korupsi itu. Sejumlah direktur di BI pun telah menjadi terpidana akibat tindakan rasuah yang dilakukannya.

Mereka yang sempat berstatus direktur, namun menjadi pesakitan ialah Paul Sutopo Tjokronegoro, Hendro Budiyanto, dan Heru Supratomo. Untuk Paul Sutopo, divonis hukuman penjara 2,5 tahun dan denda Rp 20 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 4 April 2003. 

Putusan itu diberikan karena dinyatakan terbukti menyetujui pemberian fasilitas BLBI senilai lebih dari Rp 2,02 triliun kepada lima bank yang kalah kliring. Yakni Bank Harapan Sentosa, Bank Nusa Internasional, Bank Umum Nasional, Bank Anriko, dan Bank Upindo.

Lalu Hendro Budiyanto. Dia divonis hukuman tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 1 April 2003. Dia dinyatakan terbukti menyelewengkan dana BLBI lebih dari Rp 7 triliun. Sama dengan Hendro, Heru Supratomo juga diganjar hukuman tiga tahun penjara.

Selain itu, dari data dihimpun, ada sembilan bank dan orang-orang yang bermasalah dalam penyaluran BLBI. Kini para pelakunya masih buron. Berikut daftarnya;

1. Bank Ficorinvest. Yang menjadi terpidana yakni mantan Presiden Direktur Ficorinvest, Supari Dhirdjoprawiro dan S Soemeri. Keduanya divonis hukuman 1,5 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan, 13 Agustus 2003. Keduanya terbukti menyalahgunakan BLBI sebesar Rp 315 miliar dari Rp 900 miliar yang diperoleh Bank Ficorinvest. Dana itu digunakan untuk berbagai kegiatan transaksi dan valuta asing.

2. Bank Umum Servitia. Yang menjadi terpidana adalah bekas Direktur Utama Servitia, David Nusa Wijaya. Dia divonis 8 tahun penjara oleh Mahkamah Konstitusi, 23 Juli 2003. Dia juga sempat melarikan diri ke Amerika Serikat sebelum akhirnya tertangkap. Dia terbukti menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp 1,291 triliun.

3. Bank Harapan Sentosa (BHS). Yang menjadi terpidana ialah Hendra Rahardjadi yang merupakan bekas Komisaris Bank Harapan Sentosa. Dia dihukum seumur hidup. Namun, dia melarikan diri ke Australia hingga meninggalnya.

Lalu Eko Adi Putranto sebagai eks komisaris BHS dan Sherly Konjogian sebagai bekas Direktur Kredit BHS, divonis 20 tahun. Namun Eko juga melarikan diri ke Australia dan masih buron. Untuk Sherly telah ditangkap Kejaksaan Agung, 2012 lalu. 

4. Bank Surya. Yang menjadi terpidana ialah Bambang Sutrisno dan Adrian Kiki Ariawan. Keduanya dihukum seumur hidup. Namun Bambang yang merupakan bos Bank Surya melarikan diri ke Singapura dan masih buron. Sementara Januari 2014, Adrian Kiki sebagai bekas Direktur Utama yang sempat kabur ke Autralia akhirnya diekstradisi dan ditahan di LP Cipinang. 

5. Bank Modern. Yang menjadi terpidana ialah Samadikun Hartono. Dia divonis 4 tahun, tapi melarikan diri ke Singapura. Kini Samadikun tertangkap di Tiongkok oleh tim khsusus pemburu koruptor. Saat ini Samadikun dalam perjalanan ke Indonesia untuk memoertanggungjawabkan perbuatannya menyelewengkan dana sekitar Rp 169 miliar dari Rp 2,5 triliun dana yang dikucurkan.

6. Bank Pelita. Yang menjadi pelaku ialah bekas pemilik Bank Pelita Agus Anwar dan Alexander PP. Keduanya melarikan diri saat kasus ini masih dalam proses pengadilan.

7. Bank Umum Nasional. Yang menjadi terduga pelaku ialah Sjamsul Nursalim. Dalam perjalanannya kasus ini penyidikan dihentikan. Namun di 2015 lalu, Kejaksaan Agung mengajukan kasusnya ke Perdata dan Tata Usaha Negara. Namun, hingga kini belum ada kejelasan. Sjamsul sendiri mendapat kucuran dana BLBI sekitar Rp 24,7 triliun.

8. Bank Asia Pacific (Aspac). Yang menjadi terpidana ialah Hendrawan Haryono. Dia mantan wakil direktur utama Aspac. Dia divonis empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp 583 miliar.

9. Bank Indonesia Raya (Bank Bira). Yang menjadi tersangka yakni Atang Latief. Dia melarikan diri ke Singapura tahun 2000 sebelum kasusnya disidangkan. Dia diduga menyelewengkan dana BLBI sebesar Rp 351 miliar.

 
(lia/sumber: cnnindonesia.com dan jawapos.com).
Keyword BLBI ICW