SCI:Evaluasi soal daya saing dan infrastruktur bisa mengacu pada GCI

BANDUNG(Aksi. id) - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan biaya logistik Indonesia sebelas persen lebih mahal dari rata-rata biaya logistik dunia. Biaya logistik Indonesia sebesar 24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) berdampak Indonesia kurang bersaing dengan negara-negara lain.
Erick menyebut biaya logistik Indonesia yang mahal disebabkan oleh fasilitas infrastruktur dalam negeri yang kurang memadai, sehingga infrastruktur BUMN tetap harus diperbaiki meski di tengah pandemi.
Chairman Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi menyatakan evaluasi atas daya saing dan kondisi infrastruktur Indonesia bisa mengacu terhadap The Global Competitiveness Index (GCI) yang dikeluarkan World Economic Forum secara berkala.
The Global Competitiveness Index 4.0 2019 menempatkan Indonesia pada peringkat 50 dari 141 ekonomi. Dengan peringkat itu, Indonesia turun 5 peringkat dari tahun sebelumnya. Di antara negara-negara ASEAN, posisi Indonesia itu di bawah Singapura (peringkat ke-1), Malaysia (27), dan Thailand (40).
Setijadi menyampaikan analisis atas infrastruktur Indonesia yang berada pada peringkat 72. Untuk pilar infrastruktur, khususnya konektivitas, peringkat terendah pada konektivitas jalan (peringkat 109), diikuti liner shipping connectivity (36). Airport connectivity Indonesia sangat baik pada peringkat 5.
Selain perlu perbaikan kualitas infrastruktur jalan, Indonesia menghadapi tantangan peningkatan railroad density terkait wilayah yang luas. Efisiensi pelayanan juga perlu ditingkatkan baik untuk transportasi udara maupun pelabuhan.
SCI merekomendasikan perencanaan dan pembangunan infrastruktur berorientasi tidak hanya terhadap output, tetapi juga harus terhadap outcome dan impact.
Seperti dalam pembangunan pelabuhan, orientasi seharusnya tidak hanya hasil fisik pelabuhan, namun juga terhadap volume barang yang ditangani, bahkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah.
Pembangunan infrastruktur juga harus terintegrasi dengan program-program terkait lainnya, sehingga membutuhkan kolaborasi dan sinergi antar pihak, seperti Kementerian PUPR, Kemenhub, Kementerian ESDM, serta perusahaan BUMN dan swasta.
Kolaborasi dan sinergi juga melibatkan kementerian terkait produk atau komoditas, seperti Kemenperin, Kementan, dan KKP. Pemda setempat juga harus terlibat dalam upaya peningkatan daya saing produk/komoditas dan pertumbuhan ekonomi wilayahnya.
Setijadi menyatakan perencanaan pembangunan infrastruktur, terutama logistik, seharusnya dituangkan dalam suatu rencana induk jangka panjang agar bisa menjadi acuan, baik bagi kementerian terkait, pemerintah daerah, dan pelaku usaha. (wilam)
Artikel Terkait :
Artikel Terbaru :
TERPOPULER
- Mulai 1 Juli 2025, CommuterLine Basoetta hanya 39 Menit ke Bandara Soekarno-Hatta, Tambah 70 Perjalanan Per Hari
- KAI Services Akan Tata Perparkiran di Stasiun Cikampek
- Insiden KRL dan Truk di Tangerang: KAI Imbau Masyarakat Lebih Tertib di Perlintasan Sebidang
- KAI Commuter dan DJKA Operasikan Bangunan Baru Stasiun Tanah Abang
- AstraPay Dorong Inklusi Keuangan dan Peran Generasi Muda dalam Pemulihan Ekonomi Digital
- Surabaya Unggul, KAI Logistik Perkuat Kinerja di Jawa Timur lewat Kemitraan dan Layanan Inovatif
- KAI Logistik Siapkan Strategi Hadapi Lonjakan Pengiriman Motor Selama Libur Panjang dan Tahun Ajaran Baru
- Skandal Upah dan PHK di Perum Percetakan Negara RI: Direksi PNRI Terancam Dilaporkan ke Polisi
- Catat Pertumbuhan 41% hingga Mei 2025, KAI Logistik Perluas Jangkauan Logistik Lintas Pulau Hingga ke Jayapura
- Aksi Bela Diri IPDA Hari Saktiawan Polsek Bantargebang Bikin Penonton Tegang
